Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Peneliti CIPS: Indonesia Perlu Impor Jagung untuk Stabilkan Harga Ayam

Peneliti CIPS: Indonesia Perlu Impor Jagung untuk Stabilkan Harga Ayam Kredit Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Warta Ekonomi, Yogyakarta -

Harga daging ayam naik di sejumlah daerah, mencapai Rp38.000 hingga Rp40.000. Naiknya harga ayam saat ini disebabkan oleh pasokan dari peternak yang minim.

Menanggapi hal ini, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Mukhammad Faisol Amir menyatakan bahwa untuk menjaga bahan pakan di harga terjangkau, diperlukan perbaikan logistik dan rantai pasok pangan sebagai bagian dari solusi

“Jika melihat data BPS, daging ayam merupakan salah satu penyumbang terbesar inflasi bulanan pada April 2023, dengan kontribusi sebesar 0,09% dari total inflasi bulanan sebesar 0,31%.” kata Mukhammad Faisol Amir melalui keterangan tertulis yang dikutip, Rabu (24/5/2023).

Baca Juga: Harga Telur Ayam Melambung Tinggi, Pedagang Pilih Setop Berjualan

Faktor pendorong terbesar kenaikan harga ayam adalah kenaikan harga pakan yaitu jagung. Data USAID mengenai Indonesia’s Poultry Value Chain tahun 2013 menyebut, pakan menyumbang 55,1% dari biaya produksi ayam.

Sementara itu, data Badan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan menunjukkan, ada kenaikan harga jagung yang signifikan di tingkat petani sejak awal tahun 2023. Antara Januari dan Februari 2023, harga jagung di tingkat petani meningkat sebesar 45,57% dari Rp 4.049/kg menjadi Rp 5.894/kg.

Harga tersebut semakin meningkat pada Maret 2023 yang mencapai Rp 6.008 per kg, sementara harga jagung untuk peternak sudah melebihi Harga Acuan Penjualan (HAP) yaitu Rp 5.000 per kg seperti yang ditunjukkan Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 5/2022.

Kenaikan harga jagung pun secara langsung memengaruhi kenaikan harga ayam. Namun, akses produsen ayam dalam negeri secara keseluruhan terhadap pakan yang lebih murah terhalang oleh peraturan impor jagung yang ketat.

Menurut Faisol, pembatasan impor jagung membuat industri pakan maupun peternak rakyat harus bersaing mendapatkan jagung dari pasar dalam negeri.

“Pembukaan kesempatan impor untuk swasta juga akan memunculkan kompetisi yang memaksa mereka bekerja dengan lebih efisien dan tepat dalam membaca kebutuhan pasar,” terang Faisol.

Selain itu, kondisi infrastruktur juga menjadi bagian penting dalam distribusi pangan, termasuk ayam. 

“Perbedaan MPP antar provinsi bisa mencapai 30%, terutama di luar Pulau Jawa. Oleh karena itu infrastruktur seperti jalan dan gudang perlu diperbaiki. Hal ini juga akan mendukung kebijakan pengendalian harga melalui penyediaan tempat penyimpanan cadangan pangan, terutama untuk komoditas yang tergolong perishable,” tukas dia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tara Reysa Ayu Pasya
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: