Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Amerika Serikat Terancam Tumbang karena Utang, Dua Hal Ini yang Menjadikannya Negara Adidaya

Amerika Serikat Terancam Tumbang karena Utang, Dua Hal Ini yang Menjadikannya Negara Adidaya Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Depok -

Negosiasi antara Pemerintah Amerika Serikat dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengalami kebuntuan. Negara adidaya AS terancam bangkrut apabila gagal bayar utang sampai jatuh tempo pada 1 Juni 2023.

Pemerintah AS sebelumnya meminta untuk menaikkan plafon utang negara. Namun, DPR yang saat ini dipimpin oleh Partai Republik memilih untuk menaikkan batas pinjaman nasional, tetapi dengan syarat harus memotong drastis anggaran belanja yang menurut Kongres terlalu boros. Hal ini tentu saja akan menyulitkan posisi Presiden Joe Biden yang berasal dari Partai Demokrat.

Tanggal pasti gagal bayar utang tersebut dinyatakan oleh Menteri Keuangan Janet Yellen dalam suratnya ke Kongres AS. Saat ini, utang AS diperkirakan sudah mencapai ambang batas, yakni US$31,4 triliun atau setara Rp461.000 triliun (dalam kurs Rp15.000).

Baca Juga: Indonesia Gencar Dedolarisasi, Bagaimana Nasib Eksportir dan Importir?

Yellen mendesak Kongres AS bergerak cepat untuk menaikkan atau menangguhkan plafon utang agar pemerintah bisa memberikan kepastian terkait pembayaran utang.

"Kita telah belajar dari pengalaman sebelumnya, ketika keputusan tentang kenaikan atau penundaan pagu utang pemerintah harus menunggu hingga menit-menit terakhir, itu dapat menyebabkan masalah serius terhadap dunia usaha dan kepercayaan konsumen, meningkatkan biaya utang jangka pendek bagi pembayar pajak, dan berdampak negatif terhadap peringkat utang AS," katanya dikutip dari AP, Kamis (25/5/2023).

Menyikapi hal tersebut, pebisnis Mardigu Wowiek menyatakan bahwa Amerika Serikat bisa disebut sebagai negara adidaya karena memenuhi dua kriteria, yaitu kekuatan ekonomi dan kekuatan nuklir. Hal ini yang kemudian menjadikan Amerika Serikat sebagai aktor dominan dalam perekonomian global.

“Jadi gini, negara superpower itu harus mempunyai dua kriteria, yaitu ekonomi dan kekuatan nuklir. India meskipun sekarang sudah menjadi negara dengan ekonomi terbesar keempat di dunia, tetapi dia belum bisa dikatakan superpower karena belum punya warhead (hulu ledak nuklir). Dan kita tahu bahwa Tiongkok belum bisa disebut sebagai negara superpower karena warhead-nya masih 200,” kata Mardigu, dikutip dari kanal Youtube R66 Newlitics pada Kamis (25/5/2023).

Ia menyebut saat ini Amerika Serikat mengontrol 60% perekonomian dunia. Ia mengatakan bahwa penggunaan dolar membuat Amerika Serikat bisa menciptakan ketergantungan ekonomi kepada negara lain.

“Amerika memang bermimpi dari sejak tahun 1944, dengan long telegram dari George Kennan bilang bahwa mereka merupakan 5,5% penduduk dunia tapi menguasai 60% ekonomi dunia dan mereka mau mempertahankan itu selamanya. Jadi untuk ekonomi menguasai 60%, dan itu semuanya dalam dolar,” ujarnya.

“Dolar itu kuat karena bukan sekadar antarnegara, tetapi B2B (business-to-business) dunianya kuat. Totalnya dia masih pegang 60% ekonomi dunia. Walaupun bergerak mulai turun kalau dulu bisa 65%, sekarang jadi 50%-an sekian. Amerika mulai cemas, sehingga Amerika jadi buas,” sambungnya.

Selain itu, ia menyebut bahwa Amerika Serikat tidak terlalu mengkhawatirkan risiko gagal bayar utang karena mereka berutang menggunakan mata uang sendiri (dolar).

“Amerika sekarang punya US$31 triliun utang, mereka negara yang paling besar berutang. Tapi, mereka berutangnya pada dolar, mata uangnya sendiri. Maka dari itu, kita memprotes ibu kita yang banyak prestasinya itu (Sri Mulyani), kenapa berutangnya tidak pakai rupiah saja,” katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Novri Ramadhan Rambe
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: