Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bisa Berdampak Sistemik, Penolakan Tembakau Disamaratakan dengan Narkotika Kian Meluas

Bisa Berdampak Sistemik, Penolakan Tembakau Disamaratakan dengan Narkotika Kian Meluas Kredit Foto: Antara/Yusuf Nugroho
Warta Ekonomi, Jakarta -

Penolakan terhadap penyetaraan tembakau dengan alkohol, narkotika, dan psikotropika dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan terus bergulir dan semakin meluas. Di antaranya karena terdapat perbedaan yang mendasar, terutama mengenai kandungan yang dimiliki sehingga jika pasal ini diloloskan maka berpotensi berdampak sistemik pada elemen masyarakat yang luas.

Wakil Ketua Lembaga Konsumen Rokok Indonesia (LKRI), Ali Sujoko, menyebutkan tembakau secara alami mengandung nikotin yang merupakan senyawa kimia yang termasuk ke dalam golongan alkaloid. Alkaloid sendiri diketahui memiliki sifat stimulan yang dapat meningkatkan mekanisme tubuh, terutama yang berkaitan dengan fungsi kewaspadaan, pemrosesan isyarat, dan lain-lain. 

Baca Juga: Rugikan Ekosistem Tembakau, KNPK Tolak Pasal Zat Adiktif di RUU Kesehatan

Hal tersebut tentu saja sangat berbeda jika dibandingkan dengan kandungan pada narkotika. Menurut UU Narkotika, disebutkan narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri. Hal ini jauh berbeda dengan karakteristik nikotin yang dikandung alami oleh tembakau. 

"Yang pasti kita menolak. Dasarnya, terutama produk tembakau kan sangat beda jauh dengan narkoba," tegasnya.

Penyetaraan tembakau dengan narkotika dan psikotropika, lanjut Ali, akan memicu dampak sistemik atau efek berkelanjutan mulai dari petani, para pekerja di industri hasil tembakau baik rokok maupun produk turunannya, dan konsumen.

Tidak hanya itu, ketergantungan ekonomi Indonesia terhadap industri hasil tembakau juga sangat tinggi. Hal ini tercermin dari penerimaan keuangan negara dari hasil tembakau yang kemudian dimanfaatkan untuk berbagai hal, termasuk salah satunya menyokong dana kesehatan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Maka wajar, kata Ali, jika penolakan masyarakat terhadap upaya penyejajaran tembakau dengan alkohol, narkotika, dan psikotropika melalui Pasal 154 dalam RUU Kesehatan ini sangat masif.

"Sangat wajar ya kalau ditolak karena tidak masuk akal gitu loh. Dampaknya ke mana-mana," pikirnya.

Sebelumnya, penolakan terhadap penyamaan tembakau dengan alkohol, narkotika, dan psikotropika juga disampaikan oleh berbagai elemen masyarakat hingga sejumlah anggota DPR dari berbagai fraksi.

Baca Juga: Banyak Diragukan, Produk Alternatif Tembakau Dinilai Turunkan Angka Perokok di Eropa

Dari parlemen, Anggota Komisi IV DPR RI dari fraksi partai PDIP Vita Ervina bahkan meminta agar pasal terkait tembakau dihapus dari RUU Kesehatan yang saat ini sedang disusun secara omnibus law. 

"Tembakau tidak sama dengan narkotika dan miras. Pasal ini yang mengatur perihal tembakau telah menimbulkan polemik di masyarakat," ujarnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ayu Almas

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: