Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Cawe-Cawe Presiden Jokowi, Maksudnya Demokrat Dibajak, Anies Dijegal?

Cawe-Cawe Presiden Jokowi, Maksudnya Demokrat Dibajak, Anies Dijegal? Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Eks Wamenkumham Denny Indrayana mengaku paham betul untuk tidak masuk ke dalam wilayah delik hukum pidana ataupun pelanggaran etika terkait putusan hakim MK yang katanya akan memutus Pemilu Legislatif dengan menggunakan sistem proposional tertutup.

Ia pun menampik tudingan Menko Polhukam Mahfud MD yang meminta polisi bertindak dan mengungkap siapa pihak yang 'membocorkan' putusan hakim MK.

"Karena itu, saya bisa tegaskan: Tidak ada pembocoran rahasia negara, dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik," kata Denny dalam keterangan persnya.

Dia mengaku rahasia putusan Mahkamah Konstitusi tentu ada di MK. Sedangkan, informasi yang saya dapat, bukan dari lingkungan MK, bukan dari hakim konstitusi, ataupun elemen lain di MK.

"ni perlu saya tegaskan, supaya tidak ada langkah mubazir melakukan pemeriksaan di lingkungan MK, padahal informasi yang saya dapat bukan dari pihak-pihak di MK," jelasnya.

"Silakan disimak dengan hati-hati, saya sudah secara cermat memilih frasa, “... mendapatkan informasi”, bukan “... mendapatkan bocoran”. Tidak ada pula putusan yang bocor, karena kita semua tahu, memang belum ada putusannya. Saya menulis, “ ... MK akan memutuskan”. Masih akan, belum diputuskan," tegasnya.

Denny mengaku secara sadar tidak menggunakan istilah “informasi dari A1” sebagaimana frasa yang digunakan dalam twit Menkopolhukam Mahfud MD.

"Karena, info A1 mengandung makna informasi rahasia, seringkali dari intelijen. Saya menggunakan frasa informasi dari “Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya”," cetusnya.

Informasi yang saya terima tentu sangat kredibel, dan karenanya patut dipercaya, karena itu pula saya putuskan untuk melanjutkannya kepada khalayak luas sebagai bentuk public control (pengawasan publik), agar MK hati-hati dalam memutus perkara yang sangat penting dan strategis tersebut.

Ingat, putusan MK bersifat langsung mengikat dan tidak ada upaya hukum lain sama sekali (final and binding). Karena itu ruang untuk menjaga MK, agar memutus dengan cermat, tepat dan bijak, hanyalah sebelum putusan dibacakan di hadapan sidang terbuka Mahkamah.

"Meskipun informasi saya kredibel, saya justru berharap pada ujungnya putusan MK tidaklah mengembalikan sistem proporsional tertutup. Kita mendorong agar putusannya berubah ataupun berbeda. Karena soal pilihan sistem pemilu legislatif bukan wewenang proses ajudikasi di MK, tetapi ranah proses legislasi di parlemen (open legal policy)," terangnya.

Denny juga khawatir soal hukum yang dijadikan alat pemenangan pemilu 2024, bukan hanya di MK, tetapi juga di Mahkamah Agung.

Sebab, lanjutnya, secara spesifik saya mengajak publik untuk juga mengawal proses Peninjauan Kembali yang diajukan Kepala Staf Presiden Moeldoko atas Partai Demokrat. Proses PK tersebut lebih tertutup dan tidak ada persidangan terbukanya untuk umum, maka lebih rentan diselewengkan.

"Jangan sampai kedaulatan partai dirusak oleh tangan-tangan kekuasaan, bagian dari istana Presiden Jokowi, lagi-lagi karena kepentingan cawe-cawe dalam kontestasi Pilpres 2024.

Kita mengerti, jika PK Kepala Staf Presiden Moeldoko sampai dikabulkan MA, Partai Demokrat nyata-nyata dibajak, dan pencapresan Anies Baswedan dijegal kekuasaan. Seharusnya Presiden Jokowi membiarkan rakyat bebas memilih langsung presidennya," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: