Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemerintah Harus Telan Pil Pahit, Indonesia Tak Bisa Bangun Industrialisasi dari Hulu ke Hilir

Pemerintah Harus Telan Pil Pahit, Indonesia Tak Bisa Bangun Industrialisasi dari Hulu ke Hilir Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Depok -

Indonesia di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam beberapa tahun terakhir sedang gencar-gencarnya melakukan hilirisasi industri komoditas tambang, mulai dari timah, bauksit, nikel, cobalt, dan lain sebagainya.

Harapannya Indonesia dalam beberapa tahun ke depan dapat membangun ekosistem manufaktur yang memiliki daya saing secara internasional, misalnya seperti industri otomotif.

Menyoroti hal tersebut, Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengatakan, Indonesia belum bisa dikatakan serius dalam melakukan hilirisasi industri otomotif apabila semua komponennya berasal dari luar negeri.

Baca Juga: Sektor Manufaktur Makin Lesu, Indonesia Mulai Alami Gejala Dini Deindustrialisasi?

“Lihat saja ketua Asosiasi Produsen Mobil Listrik, apakah dia industriawan? Ada track record-nya sebagai industriawan? Tidak ada, dia calo, jadi dibeli semua komponennya dari luar negeri, lalu dirakitnya di sini. Itu namanya bukan industrialisasi,” kata Faisal, dikutip dari kanal Youtube Bisniscom pada Rabu (14/6/2023).

Ia menjelaskan, industrialisasi yang dilakukan semua negara tidak ada yang murni dari hulu ke hilir. Ia kemudian pesimis dengan mimpi pemerintah untuk hilirisasi komoditas bijih nikel sampai menjadi sebuah mobil listrik.

“Kemudian mobil listrik itu komponennya ratusan dari puluhan negara yang berbeda, tidak ada satu negara pun yang mengembangkan dari hulu sampai hilir sendiri. Indonesia mengimpinya dari bijih nikel sampai mobil listrik, dia punya. Ini namanya bukan global supply chains,” bebernya.

Dengan demikian, dalam hal percepatan industrialisasi di Indonesia, pemerintah harus berfokus untuk memilih bidang apa yang akan dikembangkan.

“Model perdagangan itu saling membutuhkan karena setiap komponen itu butuh research and development, butuh riset untuk bikin baut yang bagus, bikin knalpot, bikin ban yang bagus. Semua riset tidak mungkin, riset itu mahal. Kita bisa melakukan riset jadi kita harus punya, pertama, Indonesia memilih di jejaring rantai pasok yang mana,” ujarnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Novri Ramadhan Rambe
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: