Pemerintah Harus Telan Pil Pahit, Indonesia Tak Bisa Bangun Industrialisasi dari Hulu ke Hilir
Misalnya dalam rantai pasok global dalam pembuatan telepon genggam, akan lebih bagus apabila Indonesia spesifik memproduksi satu komponen saja, contohnya sarung pelindung telepon.
“Contohnya handphone, kita sudah ketinggalan. Chip-nya Taiwan yang unggul, kemudian screen-nya Korea yang unggul, kita apa? Jangan malu kalau kita bisa masuk ke mata rantai pasok dunia itu casing-nya saja. Tapi semua casing di dunia pakai dari Indonesia, luar biasa hebat ketimbang kita punya pabrik handphone yang semuanya diproduksi di Indonesia. Itulah kaidah berdagang di dunia ini. Indonesia mau semua, jadi bohong aja, ilusi itu,” jelas Faisal.
Sebenarnya, ia mengatakan bahwa rencana industrialisasi dengan metode ini sudah dirancang pada zaman Presiden Habibie. Namun, pemerintah saat ini enggan mengeluarkan anggaran yang lebih untuk biaya riset dan pengembangan, sehingga hari ini Indonesia lebih banyak mengimpor dari sektor manufaktur otomotif.
“Dulu sudah disadari Pak Habibie. Pak Habibie saja dulu enggak mengembangkan semua. Mesinnya dari luar, tapi yang paling mahal apa yang dipunyai Pak Habibie adalah desainnya. Di Indonesia setahu saya sampai sekarang mungkin kalau pun ada, bisa dihitung pakai lima jari, doktor di bidang industri otomotif. Kita mau membangun kereta kita, tetapi kita tidak mengirim orang sekolah ke luar negeri tentang perkeretaapian. Akibatnya apa, industri manufaktur kita sekarang defisit, jadi lebih banyak mengimpor daripada mengekspor industri manufaktur,” jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Novri Ramadhan Rambe
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement