Program Sekolah Virtual yang diluncurkan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo pada 2020 lalu terbukti efektif mengurangi angka putus sekolah. Program ini sekolah virtual ini disiapkan bagi anak keluarga miskin dan anak difabel.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jateng, juga memberikan secara gratis siswa siswi peserta sekolah virtual diberikan gawai dan pulsa internet.
"Yang membedakan dengan sekolah reguler, waktu kegiatan belajar mengajar sekolah virtual bersifat fleksibel. Menyesuaikan dengan kondisi peserta didik," kata Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, Uswatun Hasanah, Rabu (14/6/2023).
Uswatun menjelaskan bahwa program tersebut dirancang pada tahun 2019 untuk mengatasi angka putus sekolah di wilayah kecamatan di Jateng yang belum memiliki fasilitas SMA atau SMK negeri atau disebut area blank spot.
"Konsepnya untuk mengakomodir anak-anak di wilayah blank spot, khususnya dari keluarga miskin maupun difabel yang tidak lolos dalam PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) reguler," tambahnya.
Sebagai permulaan, Pemprov Jateng membuka Sekolah Virtual di SMAN 1 Kemusu, Boyolali dan SMAN 3 Brebes pada tahun 2020 dengan masing-masing sekolah mendapat kuota satu rombongan belajar (Rombel) berisi 36 siswa dan siswi.
"Bulan Mei 2023, kami sudah meluluskan sekolah virtual angkatan pertama," lanjutnya.
Uswatun menambahkan, tahun 2023 pihaknya bakal memperluas jangkauan sekolah virtual di seluruh area blank spot yang tersebar di Jateng. Jajaran dinas terkait di level kabupaten/ kota segera melakukan sosialisasi program tersebut.
Secara teknis, calon peserta sekolah virtual bisa menghubungi SMA negeri terdekat untuk mendaftar program. Bila kuota minimum, yakni 30 peserta terpenuhi, maka kelas dapat dibuka. Namun bila belum mencukupi, maka sekolah tersebut akan berkoordinasi dengan sekolah lain untuk memenuhi kuota minimal.
Menurut Uswatun, selain masalah ekonomi, para peserta Sekolah Virtual juga terkendala waktu bila harus mengikuti jam pelajaran sekolah reguler. Ada juga kelompok anak-anak difabel yang mobilitasnya terbatas. Untuk itu, selain 70 persen dilakukan secara daring, waktu pelaksanaan KBM juga pada sore dan malam hari.
"Anak-anak itu kalau pagi sampai sore umumnya mereka bekerja membantu perekonomian keluarga. Maka kita buka kelas di sore dan malam hari," imbuhnya.
Disinggung soal fasilitas penunjang KBM, Uswatun menjelaskan kalau tiap peserta Sekolah Virtual diberikan gawai berupa telepon pintar, diberikan bantuan pulsa internet tiap bulan.
Mengenai biaya pengadaan gawai dan pulsa internet, diambilkan dari dana zakat yang dikelola Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jateng.
Para peserta Sekolah Virtual yang sudah menyelesaikan pendidikan mendapat ijazah SMA negeri sesuai dengan afiliasi kelas mereka.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, ide awal penerapan Sekolah Virtual berawal dari lulusan jenjang SMP yang tak bisa meneruskan sekolah karena biaya. Bahkan, ada beberapa di antara mereka yang bekerja sebagai buruh.
“Konsepnya, agar anak dapat kesempatan belajar. Bahkan ada yang boro (pekerja di luar kota) tetapi mereka tetap ingin sekolah, sehingga kita bikin kelas virtual. Agar aksesibilitasnya lebih nyaman, kita dampingi dan bantu,” ujarnya.
Ganjar juga meminta peserta didik virtual tekun belajar, meski terhimpit ekonomi. Untuk proses pembelajaran, mereka didampingi dari sekolah terdekat dari area tinggal.
Jika membuahkan hasil yang bagus, ke depan Pemprov Jateng akan melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi dan perluasan jangkauan Sekolah Virtual.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement