Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Chatib Basri Singgung Korupsi di Era Soeharto: UU Cipta Kerja Minimalkan Praktik Korupsi

Chatib Basri Singgung Korupsi di Era Soeharto: UU Cipta Kerja Minimalkan Praktik Korupsi Kredit Foto: Instagram/Chatib Basri
Warta Ekonomi, Depok -

Pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2/2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) menjadi Undang-Undang (UU) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Selasa (21/3/2023) lalu diharapkan dapat mengurai masalah yang tumpang tindih dalam hal perizinan investasi di Indonesia.

Mantan Menteri Keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Chatib Basri menjelaskan bahwa saat ia masih menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investor sering kali kesulitan dengan mekanisme pengajuan izin investasi ke birokrasi terkait. Ia lalu merancang skema perizinan yang diharapkan dapat semudah orang-orang memesan hotel.

“Birokrasi itu senang kerja dengan check mark, jadi aturannya dia bikin kalau ini sudah, itu sudah, dia enggak tahu apakah itu bisa dijalanin atau enggak. Jadi karena itu kalau mau bikin peraturan, harus dicoba disimulasi. Gua kasih contoh sederhana, dulu di BKPM, ada form sederhana mengenai pendaftaran investasi. Terus gua bilang waktu itu ini form kita sosialisasi dulu. Gua bilang coba tolong isi form ini dalam 15 menit bisa selesai enggak. Kita mesti bikin idenya itu segampang orang bikin booking hotel,” kata Chatib, dikutip dari kanal Youtube Total Politik pada Jumat (16/6/2023).

Baca Juga: Nilai Mudahkan Investor, Chatib Basri Sebut UU Cipta Kerja Bisa Atasi Ketidakpastian dalam Bisnis

Perizinan birokrasi yang sulit ini kemudian membuat praktik korupsi semakin subur di lembaga birokrasi. Agar perizinan cepat dikeluarkan, maka investor akan memberikan sejumlah uang kepada lembaga terkait.

Dengan demikian, ia menyebut bahwa praktik korupsi di lembaga birokrasi pada zaman Orde Baru lebih efisien karena perizinan investasi berada pada satu komando yang sama.

“Zaman Pak Harto itu korupsinya tinggi banget. Tapi kenapa pada waktu itu pertumbuhan ekonominya investasinya tinggi? Berarti kalau kita ngelihat seolah-olah enggak ada hubungan dong antara korupsi dengan birokrasi. Persoalannya yang membedakan pada zaman Pak Harto itu proses korupsinya efisien. Jadi kalau misalnya power broker-nya setuju, itu dari atas sampai bawah satu komando,” ujarnya.

Namun, hal ini berubah saat Indonesia memasuki era Reformasi. Karena pembagian kekuasaan birokrasi semakin kompleks, maka akan semakin banyak pula lembaga yang harus disuap.

“Tapi pada waktu kita ubah dari sistem otoritarian kepada demokrasi, itu terjadi fragmentasi dalam kekuasaan di mana power broker-nya itu jadi banyak, ada pusat, ada daerah, dan macam lainnya. Itu yang kalau di dalam konsep political economy namanya transaction cost bribe naik karena setiap tempat itu mesti dikasih. Jadi yang muncul itu adalah uncertainty, sehingga makanya gue bilang dari something worse than organized corruption menjadi organized corruption. Itu yang kemudian membuat isunya itu jadi muncul mengenai uncertainty, jadi zaman Pak Harto itu korup tapi certain,” jelasnya.

Dengan demikian, Undang-Undang Cipta Kerja diharapkan dapat meminimalkan praktik korupsi di lembaga birokrasi. Harapannya, perizinan akan semakin mudah, sehingga investor akan yakin untuk berinvestasi di Indonesia.

“UU Cipta kerja ini mencoba untuk beri kepastian. Karena kalau dengan begitu, kan persoalannya adalah antara undang-undang itu bisa bertentangan, makanya dibikin yang disebut sebagai Omnibus Law. Jadi ada yang dihilangkan dan ada yang ditambah, semua itu konsisten,” tandasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Novri Ramadhan Rambe
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: