Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Nilai Mudahkan Investor, Chatib Basri Sebut UU Cipta Kerja Bisa Atasi Ketidakpastian dalam Bisnis

Nilai Mudahkan Investor, Chatib Basri Sebut UU Cipta Kerja Bisa Atasi Ketidakpastian dalam Bisnis Kredit Foto: Instagram/Chatib Basri
Warta Ekonomi, Depok -

Pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2/2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) menjadi Undang-Undang (UU) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada rapat paripurna ke-19 masa persidangan IV tahun sidang 2022-2023 pada Selasa (21/3/2023) menimbulkan kontroversi dari kalangan masyarakat.

Pasalanya, pihak buruh mengatakan bahwa undang-undang tersebut secara sistematis merugikan kelas pekerja. Sementara itu, pemerintah menegaskan Undang-Undang Cipta Kerja diperlukan untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif di Indonesia.

Mantan Menteri Keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Chatib Basri menilai Undang-Undang Cipta Kerja bertujuan untuk menghilangkan ketidakpastian investor dalam berbisnis di Indonesia.

Baca Juga: Apakah Berani? Sudah Diberi Dukungan, Partai Buruh Minta Ganjar Pranowo Cabut UU Cipta Kerja

Ia menyebut saat ia masih menjadi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investor sering kali kesulitan dengan mekanisme pengajuan izin investasi. Oleh karena itu, ia merancang sistem pelacakan izin investasi agar investor dapat memantau dokumen perizinan sudah sampai di tahap birokrasi yang mana.

“Dulu kan jadi Kepala BKPM, gue bilang di dalam sidang kabinet, salah satu alasan dari orang kita itu jadi religius karena berurusan sama pemerintah. Karena begini, setiap kali pengusaha itu mau apply untuk izin investasi, izin usaha, atau segala macam, dia enggak tahu prosesnya, jadi kayak blackbox. Dia kalau ditolak juga dia enggak tahu kenapa ditolak, semuanya itu bener-bener blackbox. Jadi the only think they can do is only pray to God, lu berdoa aja sampai satu hari kantor pemerintah itu bilang bahwa ini aplikasinya sudah disetujui,” kata Chatib, dikutip dari kanal Youtube Total Politik pada Jumat (16/6/2023).

Selain itu, ia menjelaskan bahwa birokrasi Indonesia penuh dengan kondisi ketidakpastian sehingga biaya berinvestasi di Indonesia akan menjadi sangat mahal.

“Ini adalah kondisi di mana uncertainity (ketidakpastian) tertentu begitu tinggi. Jadi waktu itu makanya gua bikin yang disebut sebagai online tracking. Idenya sederhana kayak kita beli buku dari Amazon, kita bisa cek bukunya itu ada di mana. Jadi aturan pada waktu itu yang dibikin adalah kalau investor itu mau apply untuk aturan, kita kasih PIN, dia bisa tahu di meja mana dokumennya ada. Karena problem terbesar dari soal birokrasi kita itu adalah uncertainty. Kita enggak bisa tracking prosesnya, sehingga akhirnya itu menjadi sangat mahal untuk doing bisnis di Indonesia,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan ada tiga masalah ketidakpastian dalam tahapan birokrasi perizinan bisnis di Indonesia, yaitu masalah antarpemerintah pusat, antarkementerian, serta masalah pusat dan daerah. Dengan demikian, Omnibus Law diharapkan dapat mengatasi kondisi ketidakpastian ini.

“Seperti ini munculnya dari tiga. Pertama, antarpemerintah pusat, jadi bisa saja pada waktu itu misalnya sudah di-approve oleh satu kementerian, tapi di kementerian lain itu enggak bisa setuju karena undang-undangnya beda. Setelah itu adalah antarkementerian, jadi si menteri ini setuju tapi menteri lain belum tentu setuju. Yang ketiga yang paling berat adalah pemerintah pusat dengan daerah. Jadi isunya karena itu harus dibuat sebuah aturan yang bisa bikin kepastian. Jadi isunya di dalam Omnibus Lawa itu sebetulnya adalah kepastian hukum,” tukasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Novri Ramadhan Rambe
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: