Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Faisal Basri: Hati-Hati, Ekspor SDA Ilegal Kini Jadi Modus Korupsi

Faisal Basri: Hati-Hati, Ekspor SDA Ilegal Kini Jadi Modus Korupsi Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ekonom Senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Faisal Basri, mengatakan bahwa modus korupsi yang terjadi saat ini dilakukan dengan menguras sumber daya alam (SDA) Indonesia. Menurutnya, perdagangan dan korupsi memang dua hal yang berbeda. Namun, perdagangan bisa menjadi salah satu jalan untuk dapat mengambil keuntungan secara pribadi. 

"Modusnya menguras sumber daya alam dan mengekspornya secara ilegal," ujar Faisal dikutip dari akun YouTube CNBC Indonesia, Sabtu (17/6/2023). 

Faisal mencontohkan, hal tersebut terjadi di beberapa barang tambang, seperti nikel, yang telah dilarang oleh pemerintah untuk dapat di ekspor ke luar negeri. 

"Contohnya nikel. Kita sudah melarang nikel tapi sampai 2022 masih di atas 1 juta ton yang di ekspor," ujarnya. 

Baca Juga: RPP Pengelolaan SDA Siap Diberlakukan, PUPR: Menunggu Penetapan Presiden

Lanjutnya, contoh kasus lainnya adalah perdagangan emas yang berpotensi merugikan negara hingga Rp189 triliun. Praktik tersebut dilakukan dengan mengubah kode HS dalam produk yang akan diekspor. 

"Misalnya, kalau saya impor barang A, itu bea masuknya bisa sampai 10%, tapi kalau produk B, bisa jadi 0%. Jadi, saya bisa mengimpor barang A tapi menggunakan kode barang B. Itu, kan, menimbulkan kerugian besar buat negara," ucapnya. 

Selain itu, akibat lain dari kegiatan tersebut adalah mempersulit industri dalam negeri untuk bersaing dengan produk impor dari luar negeri. 

"Akibatnya, arus barang ilegal makin naik dan menyebabkan industri kita makin loyo, karena industri kita tidak bisa bersaing. Dengan impor ilegal, tekstil dan garmen bisa rontok satu-satu," ungkapnya. 

Ia menambahkan, dengan mengubah sedikit ketentuan di bidang perdagangan, sebenarnya bisa menghasilkan uang sampai triliunan rupiah. Modus yang biasa dilakukan untuk hal tersebut salah satunya melalui fee untuk kuota, seperti impor garam dan kuota impor gula. 

Baca Juga: Hari Keanekaragaman Hayati Sedunia, Pertamina-BBKSDA Jatim Lepasliarkan Satwa di Cagar Alam Pulau Sempu

"Kalau perdagangan itu, ubah saja aturannya sedikit, bisa dapat uang triliunan. Contohnya kuota, seperti kuota garam atau kuota gula. Ingat, lho, importir gula terbesar dunia tahun lalu 6 juta ton. Kalau cawe-cawenya seribu saja, kan Rp6 triliun untungnya. Kalau saya naikan dia ribu, Rp12 triliun dan itu dibagikan ke sebelas perusahaan saja," jelasnya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Yohanna Valerie Immanuella

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: