Rivalitas Prabowo dan Ganjar dalam bursa capres berkorelasi dengan konstelasi partai politik. Temuan survei yang dilakukan Indometer menunjukkan kenaikan signifikan elektabilitas Gerindra hingga membayangi PDIP yang selama ini selalu berada pada posisi unggul.
Elektabilitas Gerindra melonjak dari 11,7 persen pada survei Februari 2023 menjadi 14,8 persen pada April 2023, dan kini mencapai 16,0 persen. Sementara itu pada periode yang sama PDIP anjlok dari 19,0 persen menjadi 16,7 persen, kini naik tipis menjadi 17,3 persen.
Nasib suram masih menghantui Anies, di mana Nasdem sebagai partai pengusungnya terus melorot elektabilitasnya. Pencapresan Anies juga gagal mendongkrak elektabilitas Nasdem yang masih terancam tidak lolos ambang batas ke Senayan, kini tinggal sebesar 2,3 persen.
“Elektabilitas Gerindra membayangi PDIP, sementara itu Nasdem terus melorot,” ungkap Direktur Eksekutif lembaga survei INDOMETER Leonard SB dalam keterangan tertulis kepada pers di Jakarta, pada Selasa (20/6).
Menurut Leonard, persaingan antara PDIP dan Gerindra memperlihatkan fenomena efek ekor jas (coattail effect). “Makin jelas kaitan antara Pilpres dan Pileg, di mana partai yang mengusung tokoh sebagai capres berpeluang untuk terdongkrak elektabilitasnya,” jelas Leonard.
Lonjakan elektabilitas Gerindra terjadi ketika terjadi percepatan situasi politik pencapresan, di mana Prabowo menjadi faktor signifikan. Sebaliknya dengan PDIP, sentimen negatif seputar Piala Dunia U20 membuat elektabilitas baik PDIP maupun Ganjar melorot.
Menghadapi ancaman terus menurunnya elektabilitas, PDIP memutuskan untuk mempercepat deklarasi pencapresan Ganjar. “Langkah tersebut berhasil menahan tren penurunan, bahkan bisa sedikit menaikkan meskipun elektabilitasnya belum pulih sepenuhnya,” tandas Leonard.
Meskipun demikian PDIP harus mewaspadai kemungkinan Gerindra bakal menyalip, atau mengakhiri keunggulan PDIP selama ini. “Tekad PDIP untuk mencetak hattrick atau menang tiga periode berturut-turut bisa jadi kandas, jika tren Gerindra terus naik,” tegas Leonard.
PDIP dan Gerindra mendominasi elektabilitas partai politik, dengan selalu menempati peringkat pertama dan kedua. Partai-partai di bawahnya cenderung stabil, yaitu Golkar (8,8 persen), PKB (7,0 persen), Demokrat (6,2 persen), PSI (5,8 persen), dan PKS (4,4 persen).
Ketujuh partai diprediksi bakal melenggang ke Senayan, sedangkan sisanya harus berjuang agar tidak terdegradasi. PPP yang merekrut Sandiaga Uno sebagai kader dan diusulkan sebagai cawapres Ganjar sedikit mengalami kenaikan elektabilitas menjadi 2,7 persen.
Ketika PDIP dan Gerindra menikmati efek ekor jas dari pencapresan, kondisi sulit dialami oleh Nasdem. Elektabiitasnya terus merosot, bahkan tersalip oleh PAN (2,4 persen) dan dibayang-bayangi oleh Perindo (1,7 persen).
“Lambatnya sikap partai-partai lain untuk mendeklarasikan pencapresan Anies dan berlarut-larutnya penentuan siapa cawapres pendamping Anies tidak menolong Nasdem untuk mendapatkan efek ekor jas serupa,” Leonard menjelaskan.
Ditambah dengan serangan terhadap menteri-menteri Nasdem di kabinet, di mana Johnny G Plate telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dan kini Syahrul Yasin Limpo tengah diincar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Partai-partai lainnya adalah Gelora (1,0 persen), Ummat (0,6 persen), PBB (0,4 persen), dan Hanura (0,2 persen). PKN, Garuda, dan Partai Buruh nihil dukungan, sedangkan sisanya menyatakan tidak tahu/tidak jawab sebanyak 23,1 persen.
Survei Indometer dilakukan pada 5-10 Juni 2023 terhadap 1.200 responden di seluruh provinsi di Indonesia, yang dipilih secara acak bertingkat survei (multistage random sampling). Margin of error survei sebesar ±2,98 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Lestari Ningsih
Advertisement