Etika beriklan tampaknya sudah tidak menjadi patokan bagi salah satu produsen Air Mineral Dalam Kemasan (AMDK). Hal ini menyusul adanya iklan menggunakan bayi yang dilakukan oleh produsen AMDK tersebut.
Anak di bawah umur yang dipakai dalam iklan itu dilakukan oleh produsen AMDK Le Mineral. Produsen air dalam kemasan itu mengiklankan produk galon sekali pakai mereka pada sebuah Billboard di Jalan Gardujati, Bandung.
Iklan di Billboard tersebut menampakan dua orang bayi yang tengah menggenggam galon sekali pakai. Iklan mempropagandakan klaim kesehatan penggunaan galon sekali pakai.
Baca Juga: KLHK Ingin Sampah Plastik AMDK Galon Ulang Mudah Dikumpulkan, Dipilah dan Didaur Ulang
"Ini cenderung melanggar etika. Klaim aman bagi bayi harus ada bukti," kata Ketua Badan Pengawas Periklanan Perusahaan Periklanan Indonesia (BPP–P3I) Susilo Dwi Hatmanto di Jakarta, Selasa (20/6).
Dia menegaskan AMDK bukan merupakan produk iklan untuk anak-anak. Sehingga, sambung dia, kalau menggunakan anak dalam beriklan harus didampingi orang tuanya.
Penggunaan anak di bawah umur dalam etika beriklan diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 17 ayat (1) huruf (f). UU tersebut menyatakan bahwa pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang melanggar etika dan/atau ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Konstitusi juga mengatur bahwa materi siaran iklan yang disiarkan melalui lembaga penyiaran wajib memenuhi persyaratan penyiaran yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Peraturan KPI menyebutkan kalau siaran iklan tidak boleh menayangkan eksploitasi anak di bawah umur 12 tahun.
Dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI) juga disebutkan Anak tidak boleh digunakan untuk mengiklankan produk yang tidak layak dikonsumsi oleh anak, tanpa didampingi orang tua; Iklan tidak boleh memperlihatkan anak dalam adegan-adegan yang berbahaya, menyesatkan atau tidak pantas dilakukan oleh anak; Iklan tidak boleh menampilkan anak sebagai penganjur sesuatu produk yang bukan untuk anak.
Sehingga, mengacu pada UU dan EPI maka sudah jelas iklan tersebut telah melanggar hukum serta tidak menerapkan etika berpariwara. BPP P3I mengaku akan memberikan teguran kepada produsen dan agency terkait iklan tersebut.
"Etika pasti kami berikan teguran produsen dan agency-nya," kata Susilo lagi.
Sebelumnya, iklan tak beretika juga pernah dilakukan Le Mineral. Saat itu, produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) sekali pakai ini menyusun dan dengan sengaja menyebarkan informasi negatif berbayar yang ditayangkan oleh salah satu media nasional.
Media tersebut memuat iklan advertorial yang isinya menggambarkan unsur persaingan usaha tidak sehat yang mendiskreditkan produk pihak lain. Di bawah advertorial itu dengan jelas tertulis "Artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan Le Minerale".
Advertorial berjudul "Bagaimana Melindungi Ibu dan Anak dari Bahaya AMDK Tercemar Senyawa BPA?". Iklan berbentuk berita itu menyertakan narasumber bertujuan untuk menjatuhkan produk lain yang sejenis dengan produksi pemasang iklan.
Pemberitaan AMDK galon ini juga dikritik karena mengaburkan berita dengan advertorial. Susilo mengatakan ada indikasi bahwa iklan tersebut mengandung unsur persaingan usaha.
Susilo mengatakan iklan seperti ini jelas tidak boleh dan tidak sesuai dengan etika pariwara Indonesia. Kondisi ini sekaligus menunjukan bahwa kompetisi usaha AMDK tidak sehat dilakukan oleh oknum tertentu.
"Apalagi dengan dicabutnya tulisan kerja samanya, itu semakin ketahuan bahwa niatnya memang ingin menjatuhkan produk pesaingnya," katanya.
Belakangan, upaya menjatuhkan produk lain tersebut semakin masif dilakukan melalui kampanye hitam dengan menyebarkan hoaks. Berita bohong dimaksud berkaitan dengan video viral terkait keberadaan Aqua Sachet.
Setelah diusut, Aqua Sachet tersebut bukan buatan pabrik namun kemasan yang sengaja dibuat oleh konten kreator TikTok @kwu881_. Hal tersebut juga sudah diakui pemilik akun yang selanjutnya menghapus video tersebut.
Meski demikian, keberadaan video tersebut telah dikapitalisasi oleh pihak tertentu untuk menjelek-jelekan kompetitor mereka. Oknum tersebut menggunakan buzzer di media sosial untuk mendiskreditkan para pesaing.
Hingga saat ini, belum ada permintaan maaf resmi dari para pemilik akun buzzer terhadap produsen yang dirugikan menyusul video hoaks tersebut. Padahal, produsen telah dirugikan menyusul tudingan para buzzer terkait video palsu dimaksud.
Co-founder Indonesian Antihoax Education Volunteers (REDAXI) Astari Yanuarti mengatakan penggunaan buzzer untuk kampanye hitam dan menjelekkan produk lain itu sangat terbuka. Dia mengatakan, salah satu karakter penyebaran hoaks adalah daur ulang isu.
"Kemungkinan akun-akun tersebut digerakkan sangat terbuka dan patut diduga ada motif komersial di baliknya," katanya.
Astari mengungkapkan penyebaran hoaks tidak hanya dilakukan oleh buzzer. Namun, semua orang bisa menjadi penyebar informasi palsu secara sadar maupun tidak.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: