Komitmen Capai NZE 2060, Pemerintah Indonesia Gunakan Pembiayaan SUN Skema Blended Finance
Target bebas emisi karbon tengah menjadi acuan di seluruh belahan dunia dalam menanggulangi dampak perubahan iklim. Saat ini, seluruh negara termasuk Indonesia sedang memikirkan langkah yang perlu dilakukan untuk mewujudkan capaian tersebut. Untuk itu, pemerintah berkomitmen agar Indonesia bisa bebas emisi karbon (karbon netral) pada tahun 2060.
Direktur Surat Utang Negara (SUN) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, Deni Ridwan mengatakan bahwa pemerintah akan menggunakan pembiayaan dari SUN melalui skema blended financing (pembiayaan campuran) dalam komitmen transisi energi menuju Net Zero Emission (NZE) 2060.
“Terkait dengan SBN (Surat Berharga Negara), jadi memang kalau untuk dari yang pendapatan itu kan sesuatu yang kita peroleh, jadi kita perlu kembalikan. Itu bisa masuknya dari pendapatan pajak, kemudian penerimaan negara bukan pajak, ada bea cukai dan semacam pungutan, termasuk juga dividen. Itu masuk ke dalam kategori pendapatan, sementara kalau SBN masih di tingkat pembiayaan. Karena ini adalah suatu instrumen yang nanti kita punya kewajiban untuk membayarnya lagi. Jadi, pembiayaan itu ada dari sisi loans dan SBN,” kata Deni, dikutip dari kanal Youtube IESR Indonesia pada Jumat (23/6/2023).
Baca Juga: Datangi Menkeu Inggris, Sri Mulyani Bahas Transisi Energi Hingga Perang Rusia-Ukraina
Skema pembiayaan campuran melalui SUN ini sudah diatur melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
“Kemudian bagaimana kita bisa mengoptimalkan anggaran yang diberikan oleh SUN untuk masuk ke dalam transisi energi hijau ini. Jadi, sebetulnya mengacu pada Undang-Undang Surat Utang Negara (SUN), hanya bisa dipakai untuk single financing. Meskipun secara legal, kemarin di Undang-Undang Penguatan Sektor Keuangan, itu sudah disebutkan salah satu tujuan dari penerbitan SUN bisa juga untuk skema blended financing,” bebernya.
Jika biasanya proyek pemerintah dibiayai dari satu sumber seperti APBN atau hibah, ia menjelaskan bahwa blended finance menggunakan struktur pembiayaan yang optimal dengan menggabungkan beberapa sumber pendanaan dalam satu proyek.
Sementara itu, ia memaparkan pemerintah saat ini mempunyai metode blended financing yang sudah diimplementasikan. Pertama, SDG Indonesia One, yaitu platform keuangan campuran yang dikelola oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) guna membiayai SDGs dari berbagai sumber, seperti donor internasional, lembaga keuangan iklim, investor hijau, bank umum, serta Bank Pembangunan Multilateral (MDB).
Kedua, melalui Public Private Partnership (PPP), yaitu pengaturan antara pendanaan publik dan swasta untuk pembiayaan proyek infrastruktur tertentu. Terakhir, sukuk atau green bonds, yaitu instrumen pembiayaan inovatif untuk mendukung kebijakan fiskal ekspansif dan infrastruktur hijau di Indonesia.
Lebih lanjut, Deni mengklaim sejauh ini pemerintah telah menerbitkan sukuk global senilai US$5 miliar pada 2018-2022, sukuk ritel dalam negeri sebesar Rp25,1 triliun pada 2019-2022, dan sukuk dalam negeri grosir Rp13,48 triliun pada 2022-2023.
Selain itu, pemerintah juga telah menerbitkan obligasi SDG global senilai 500 juta euro pada 2021, obligasi SDG dalam negeri grosir Rp7,81 triliun selama periode 2022-2023, serta Samurai Blue Bond senilai 20,7 miliar yen pada 2023.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Novri Ramadhan Rambe
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement