Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Melalui Santunan Para Korban, Kenapa?

Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Melalui Santunan Para Korban, Kenapa? Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah Indonesia akan menggelar Kick Off Penyelesaian Pelanggaran HAM (PPHAM) di Rumoh Geudong, Aceh pada Selasa (27/6/2023) mendatang. Agenda tersebut juga akan dihadiri langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Adapun penyelesaian HAM itu dilakukan dengan skema santunan yang diperuntukkan bagi para korban pelanggaran HAm yang telah terverifikasi oleh Komnas HAM. Kendati demikian, penyelesaian tersebut menimbulkan pro dan kontra.

Baca Juga: Ratusan Eksil Peristiwa 65 Berada di Luar Indonesia

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD menyebut bahwa langkah santunan itu diambil pemerintah sebab penyelesaian HAM melalui persidangan kerap kali menemukan jalan buntu.

"Sudahlah sekarang kita cari korban yang kita santuni, daripada nunggu itu (persidangan) sampai berapa puluh tahun kita nggak berbuat apa-apa, padahal kita mau memulihkan hak-hak korban," kata Mahfud dalam konferensi persnya di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (23/6/2023).

Mahfud menyebut, langkah pemerintah dalam menyantuni para korban pelanggaran HAM berat masa lalu adalah hal tepat. Pasalnya, penyelesaian pelanggaran HAM melalui mekanisme yuridis selalu dinyatakan kalah sebab bukti yang dinilai tidak mencukupi.

Begitu pula dengan rencana pembentukan Undang-undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Mahfud menyebut, rencana tersebut sering kali terhalang unsur-unsur politis.

"Apapun pasti ada yang setuju dan tidak. Itu biasa saja, tidak ada masalah. Daripada kita diam saja, nunggu pengadilan kalah terus, mau diajukan ga ada buktinya terus kan? Lalu mau undang-undang KKR ada hambatan politis lagi," katanya.

Kendati demikian, Mahfud menegaskan bahwa santunan yang diberikan pada para korban tidak bermaksud untuk mengesampingkan proses penyelesaian yudisial. Dia menyebut, penyelesaian hukum pada tersangka pelanggaran HAM berat masa lalu terus diupayakan melalui Undang-undang Nomor 26 tahun 2000.

"Dibahas oleh Komnas HAM dan Kejagung serta sesuai dengan ketentuan pasal 43, dimintakan nanti keputusan kepada DPR sehingga nanti bisa diperdebatkan di DPR tentang kelayakannya," jelas Mahfud.

"Jadi, pengadilan HAM itu ada dua, satu pengadilan HAM ad-hoc, yaitu pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum tahun 2000, sebelum keluarnya UU Nomor 26 tahun 2000, kalau yang terjadi sesudah itu adalah pengadilan HAM biasa. Dengan catatan, pengadilan pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi sebelum tahun 2000 harus melalui pembicaraan dan persetujuan DPR terlebih dulu," tambahnya.

Baca Juga: Babak Baru Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu: Pemerintah Santuni Para Korban

Lebih lanjut, Mahfud menyebut bahwa langkah menyantuni para korban pelanggaran HAM berat yang diambil pemerintah Indonesia mendapat respons positif dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

"Dewan HAM PBB itu resmi menyatakan, memuji Pemerintah Indonesia. Pidato resmi di PBB, Ketua Dewan HAM PBB, mengapresiasi pemerintah yang telah melakukan langkah langkah menembus kemacetan dalam penyelesaian itu," katanya.

"Ada yang setuju dan tidak setuju, ya silahkan saja. Bahkan mungkin di antara yang tidak setuju itu juga bukan korban juga," tandasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Andi Hidayat
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Advertisement

Bagikan Artikel: