Industri BPR memang memiliki peran vital untuk pengembangan perekonomian masyarakat rural di Indonesia. Sektor usaha kecil dan menengah atau UMKM misalnya, bisa ditopang permodalannya melalui kehadiran BPR ini.
Namun demikian, menurut Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Tedy Alamsyah, beroperasinya industri BPR di Tanah Air bukanlah tanpa hambatan. Sejumlah persoalan, yang berasal dari internal maupun eksternal masih menghantui industri BPR Tanah Air.
Ia menjelaskan, dari eksternal, sejumlah tantangan yang masih menyelimuti antara lain dari nasabah, infrastruktur di daerah, regulasi, adanya kompetisi, serta risiko terkait dengan IT. Sementara dari sisi internal, ada tantangan permodalan, pengembangan teknologi, kuantitas dan kualitas SDM terbatas, serta penerapan GCG dan manajemen risiko yang belum optimal. Baca Juga: Masuki Era Digital, Saatnya Bank Umum dan BPR Bersinergi
Dari sisi nasabah misalnya, Tedy menerangkan jika pengetahuan para nasabah terkait produk keuangan, khususnya di daerah, masih banyak yang belum memadai. Kondisi ini juga diperparah dengan adanya keterbatasan pengetahuan terkait teknologi digital.
“Karena nasabah BPR rata-rata itu pra babyboomer, jadi secara layanan mereka maunya pakai atm yang menggunakan manusia, bukan mesin. Manusia yang masih menelpon. Oleh karenanya, harus dipikirkan bahwa ke depan bapak ibu semua akan melayani generasi milenial dan Z yang bakal menjadi populasi konsumen terbesar,” ujar Tedy dalam seminar yang ‘Sinergi Bank Umum dan BPR Dalam Digitalisasi Layanan Perbankan' digelar The Finance di Jakarta, Jumat (23/6/2023).
Di samping itu, terkait dengan infrastruktur misalnya, ia menceritakan bagaimana belum memadainya infrastruktur internet di sebagian daerah di Indonesia, khususnya di wilayah pedesaan. Padahal, infrastruktur internet berperan vital dalam pengembangan layanan digital para BPR. Kondisi ini lalu semakin diperparah dengan semakin sukarnya industri BPR dalam mendapatkan talenta-talenta unggul untuk bidang IT.
Perbarindo bersama Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) pun terus memperkuat sinergi untuk implementasi Undang-Undang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan bagi BPR/BPRS. Melalui penguatan UU P2SK ini diharapkan terjadi perubahan dalam peningkatan kapasitas bisnis BPR dan BPRS. Di mana, BPR/BPRS agar tak sekadar menjadi penyalur kredit, tetapi juga jadi pendorong perekonomian masyarakat. Baca Juga: Peran BPR BPRS Dorong Perluasan Akses Bagi Pelaku UMKM, Perbarindo Bakal Launching Bank Perekonomian Rakyat
“Dari sisi LPS, kami secara periodik selalu berkoordinasi dengan OJK jika ada BPR/BPRS yang batuk untuk segera bertindak cepat,” ungkap Direktur Eksekutif Surveilans Pemeriksa dan Statistik LPS Priyanto Budi Nugroho.
Oleh karena itu, untuk mengapresiasi industri BPR agar dapat terus berkembang, The Finance pun melakukan penilaian terhadap seluruh BPR Tanah Air yang mencapai 1.553 pada 2020.
Berdasarkan kinerja 2021, penilaian dilakukan kepada 1.441 BPR dan diperoleh 239 BPR yang masuk dalam TOP 100 BPR 2023 dan 33 BPR yang secara 5 tahun berturut-turut berhasil mempertahankan kinerjanya dalam Top 100 BPR versi The Finance.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait:
Advertisement