Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Berdialog dengan Penyintas TPKS dan AMPK di Maluku, Menteri PPPA Apresiasi Mereka Berani Speak Up!

Berdialog dengan Penyintas TPKS dan AMPK di Maluku, Menteri PPPA Apresiasi Mereka Berani Speak Up! Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga dalam kunjungan di Ambon, Maluku menemui para penyintas kasus kekerasan seksual yang terjadi di Maluku dan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK) dari kelompok minoritas dan daerah terisolasi. | Kredit Foto: Kementerian PPPA
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga dalam kunjungan di Ambon, Maluku menemui para penyintas kasus kekerasan seksual yang terjadi di Maluku dan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK) dari kelompok minoritas dan daerah terisolasi.

Para penyintas yang hadir di antaranya adalah 2 orang anak kandung dan 2 orang cucu kandung korban tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) oleh ayah dan kakek kandung, 1 (satu) orang korban TPKS oleh 6 pelaku, serta 2 orang AMPK asal Pulau Buru.

Baca Juga: 4 Bocah di Lebak Banten Aniaya dan Bakar ODGJ Hingga Tewas, Kemen-PPPA Pantau Proses Hukumnya!

"Salah satu kasus TPKS yang menyita perhatian publik adalah kasus persetubuhan yang dilakukan oleh ayah dan kakek kandung terhadap 5 (lima) orang anak kandung dan 2 orang cucu kandungnya. Tindakan asusila tersebut telah berlangsung sejak 2007 dengan anak-anak kandung pelaku sebagai korban, tetapi baru terungkap pada 2022 silam ketika kedua cucu kandung pelaku turut menjadi korban," ungkap Menteri PPPA dalam kunjungannya, Senin (26/6/2023).

"Terungkapnya kasus ini pun berkat andil dan keberanian dari salah satu korban yang melaporkan aksi pelaku ke Polres setempat sehingga atas gerak cepat Aparat Penegak Hukum (APH) dalam penanganan kasus tersebut, pelaku berhasil di vonis hukuman penjara seumur hidup," lanjut Menteri Bintang, dikutip dari siaran pers yang diterima di Jakarta.

Dialog dengan penyintas korban TPKS dilakukan untuk menggali lebih dalam akan pengalaman dan upaya yang dilakukan oleh penyintas dalam melaporkan tindakan asusila yang dialami, serta memberikan dukungan psikososial dan bantuan spesifik perempuan dan anak kepada para penyintas.

Pada pertemuan tersebut, Menteri PPPA di dampingi oleh Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen-PPPA, Nahar, dan Tim Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 Kemen-PPPA. Turut serta mendampingi adalah Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Maluku, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Maluku.

Menteri PPPA menekankan, keberanian dari penyintas untuk melaporkan dan menyarakan kejadian yang dialaminya menjadi titik terang dari proses penanganan dan penegakan hukum perkara tersebut. Penegakan hukum yang memberikan rasa keadilan bagi korban pun menjadi langkah penting bagi Kemen-PPPA dan APH untuk terus mendorong korban berani berbicara. Tidak hanya pada saat putusan di pengadilan, keberpihakan terhadap korban diharapkan terjadi dalam seluruh proses penegakan hukum mulai dari penyelidikan hingga penuntutan.

"Saya ucapkan terima kasih dan apresiasi atas keberanian para penyintas dalam berbicara atau melaporkan kejadian yang dialami sehingga APH dapat bergerak cepat dalam upaya penegakan hukum yang hasilnya pun sungguh luar biasa. Khususnya, dalam kasus TPKS oleh ayah dan kakek kandung, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ambon menjatuhkan sanksi pidana maksimal terhadap pelaku tindak pidana kekerasan seksual," tutur Menteri PPPA.

Dalam upaya pencegahan kasus TPKS di masyarakat, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) secara masif menggencarkan kampanye Dare to Speak Up atau Berani Berbicara kepada masyarakat yang bertujuan mendorong korban, keluarga korban, dan masyarakat umum untuk berani melaporkan berbagai tindak kekerasan yang dialami atau diketahui.

Selain itu, kehadiran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) pun serta merta memberikan perlindungan yang komprehensif kepada korban, keluarga korban, dan saksi atas kejahatan terhadap martabat manusia dan pelanggaran atas hak asasi manusia.

Baca Juga: Ibu Meninggal Sambil Peluk Bayi di Pati Ternyata Korban KDRT Sang Suami, Ini Kata Kemen-PPPA

Menteri PPPA juga mengingatkan DP3A dan UPTD PPA Provinsi Maluku agar dapat terus mengawal dan berpartisipasi dalam proses pendampingan yang dibutuhkan oleh penyintas, meskipun sudah kembali menjalani kehidupan normal, dan penyintas anak pun melanjutkan sekolah seperti biasa. Setelah kejadian TPKS yang dilakukan oleh ayah dan kakek kandung, penanganan penyintas langsung dilakukan oleh Pemerintah Kota Ambon dan pemerintah pusat, serta diberikan rumah tinggal di salah satu kawasan perumahan di Kota Ambon.

Sementara itu, kondisi korban TPKS oleh 6 (enam) orang pelaku sudah berangsur membaik dan masih terus dilakukan pendampingan psikis maupun layanan kesehatan.

"Meskipun para penyintas telah menjalani hidupnya kembali secara normal, masih diperlukan dukungan dan pengawalan ketat dari DP3A dan UPTD PPA Provinsi Maluku, terutama pada para penyintas usia anak yang membutuhkan perhatian lebih untuk memastikan hak-haknya terpenuhi. Saya harap pengalaman para penyintas ini dapat menjadi inspirasi dan menebar bibit keberanian kepada para penyintas korban TPKS lainnya untuk berani berbicara dan melapor," tandas Menteri PPPA.

Menyikapi ancaman putus sekolah karena kondisi ekonomi keluarga dan daerah terisolasi yang dihadapi oleh 2 orang AMPK di Maluku, Menteri PPPA dan Tim Layanan SAPA 129 Kemen-PPPA memfasilitasi juga dua anak tersebut melanjutkan pendidikan di Bali. Adapun kedua anak tersebut akan segera diberangkatkan ke Bali dalam waktu dekat.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Advertisement

Bagikan Artikel: