Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Raffi Ahmad Mau Akuisisi Perusahaan Taksi, Bagaimana Peta Persaingan Bisnis di Industri Taksi Konvensional Kini?

Raffi Ahmad Mau Akuisisi Perusahaan Taksi, Bagaimana Peta Persaingan Bisnis di Industri Taksi Konvensional Kini? Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Publik figur Tanah Air, Raffi Ahmad, berencana mengakuisisi salah satu perusahaan taksi konvensional di Indonesia. Kabarnya, perusahaan taksi konvensional yang menjadi target akuisisi Raffi Ahmad adalah Express Group.

"Iya, memang rencananya akan terjun ke bidang transportasi darat dengan mengakuisisi saham perusahaan taksi konvensional," pungkas Raffi Ahmad beberapa waktu lalu.

Raffi Ahmad mengatakan, pulihnya sektor pariwisata di Indonesia menjadi salah satu pertimbangan bagi dirinya untuk melakukan akuisisi perusahaan taksi konvensional. Bukan rahasia umum lagi bahwa Raffi Ahmad merupakan artis Tanah Air yang aktif melebarkan sayap bisnis hampir di semua sektor, termasuk transportasi.

Baca Juga: Cashless Society dan Kiamat Uang Tunai yang Makin Dekat: Bye-Bye Uang Tunai

Lantas, bagaimana peta persaingan bisnis di industri taksi konvensional Tanah Air saat ini? Simak dalam ulasan berikut ini.

Masa Kejayaan Taksi Konvensional hingga Pernah Lumpuhkan Bisnis Rental

Eksistensi taksi konvensional di tengah gempuran teknologi terus menurun. Namun jauh sebelum itu, taksi konvensional pernah menjadi primadona dan transportasi andalan bagi masyarakat Indonesia.

Asal tahu saja, dulu setidaknya ada lebih dari 20 perusahaan taksi konvensional di Indonesia. Tak heran, pada masa kejayaannya, armada taksi pun menjamur, terutama di jalanan Ibu Kota. 

Pada era tahun 90-an, taksi populer di Indonesia sebagai sarana mobilitas masyarakat kelas menengah yang tidak memiliki kendaraan pribadi. Puncak kejayaan taksi konvensional terjadi pada awal tahun 2000 yang kala itu kebutuhan masyarakat terhadap transportasi berbasis argo ini meningkat.

Pada kurun waktu itu pula, keberadaan taksi konvensional mampu melumpuhkan bisnis rental mobil. Hal itu seperti yang pernah disampaikan oleh Sekjen Jaringan Kemandirian Nasional, Priyo Pamungkas Kustiadi, bahwa ekspansi taksi konvensional di kota besar membuat bisnis rental mobil sulit bernapas.

"Pada tahun 2000 masih diingat saat ekspansi Blue Bird di daerah kota besar yang mematikan industri kendaraan rental, taksi koperasi daerah dan perusahaan mikro," ungkapnya pada tahun 2016 lalu.

Disrupsi Teknologi Ubah Peta Persaingan Bisnis di Industri Taksi Konvensional 

Peta persaingan bisnis di industri taksi konvensional mengalami perubahan drastis akibat adanya disrupsi teknologi dengan hadirnya layanan taksi online seperti Uber, Grab, dan Gojek. Sekira tahun 2015, kemunculan layanan taksi online berbasis aplikasi berdampak besar terhadap ketahanan taksi konvensional di Indonesia. Bagaimana tidak, perusahaan taksi online hadir dengan menawarkan berbagai layanan dan kenyamaan yang tidak diberikan oleh taksi konvensional.

Setidaknya ada tiga hal yang menjadi penegas persaingan bisnis antara taksi konvensional dan taksi online.

1. Tarif

Sejak awal kemunculannya, taksi online mampu menawarkan tarif yang kompetitif kepada pelanggan. Selain nominal yang jelas, tarif taksi online jauh lebih rendah daripada tarif taksi konvensional.

Sebagaimana diketahui, tarif taksi online ditetapkan berdasarkan jarak yang ditempuh. Sementara taksi konvensional, tarif argo akan mulai dihitung sejak penumpang membuka pintu dan argo akan terus berjalan seiring dengan kondisi jalanan saat berkendara.

2. Layanan dan Keamanan

Dalam hal keamanan, baik taksi konvensional maupun taksi online sejatinya sudah memiliki SOP perusahaan masing-masing. Hanya saja, layanan yang diberikan keduanya bisa dikatakan jauh berbeda. Salah satu contohnya ialah ketika terjadi pelayanan buruk, pelanggan taksi konvensional dapat menyampaikan keluhan melalui hotline perusahaan, sedangkan di taksi online dapat dilakukan langsung oleh pengguna melalui pemberian rating pengemudi.

Keunggulan lainnya, taksi online memiliki fitur perjalanan yang dapat diakses oleh pengguna secara realtime, berikut dengan informasi mengenai pengemudi taksi tersebut. Semua itu dapat dilakukan hanya melalui aplikasi di smartphone pelanggan.

3. Teknologi

Kemajuan teknologi yang kian tak terbendung mau tidak mau membuat siapa pun harus menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada untuk bisa bertahan. Hal itu pula yang kemudian mempertegas kompetisi antara taksi konvensional dan taksi online. Dapat dikatakan bahwa perusahaan taksi konvensional kalah cepat dalam mengimplementasikan teknologi dalam bisnisnya.

Hal itu tercermin salah satunya dari perusahaan taksi konvensional yang mempertahankan sistem reservasi cara lama, seperti lebih memilih memakai sistem pangkalan atau jemput bola. Aspek tersebut yang kemudian membuat taksi konvensional tertinggal, sebab taksi online benar-benar mengandalkan teknologi sehingga membuat bisnis benar-benar efisien.

Inovasi dan Kolaborasi Jalan Ninja Taksi Konvensional Bertahan

Bertahun-tahun melawan derasnya arus teknologi dan gempuran taksi online membuat perusahaan taksi konvensional satu per satu gugur. Jika di awal disebutkan setidaknya ada lebih dari 20 perusahaan taksi di Indonesia, kini jumlahnya telah jauh menyusut. Namun tahun 2023 ini, hanya ada Blue Bird dan Taksi Express yang masih eksis menjadi pemain industri taksi konvensional di Tanah Air. 

Baik Blue Bird maupun Taksi Express sudah sama-sama menelan pil pahit dengan menanggung rugi menahun, terlebih ketika dihantam pandemi Covid-19. Bahkan, merujuk laporan keuangan perusahaan, Taksi Express masih membukukan rugi sebesar Rp14,89 miliar sepanjang tahun 2022. Sementara itu, Blue Bird telah lebih dulu melepas kerugian dengan membukukan laba bersih sebesar Rp358,35 miliar sepanjang tahun 2022.

Dengan berbagai tantangan yang ada, Blue Bird dan Taksi Express siap tidak siap harus memutar stir untuk berinovasi dan berkolaborasi supaya tidak mati. Berbagai inovasi sudah dilakukan, termasuk peremajaan armada dan pengoperasional taksi listrik. Dalam hal ini, Blue Bird lebih unggul daripada Taksi Express.

Wakil Direktur Utama PT Blue Bird Tbk, Adrianto Djokosoetono, mengatakan bahwa hingga saat ini Blue Bird telah menggunakan mobil listrik untuk operasional taksi Blue Bird hingga lebih dari 100 unit. Pihaknya berencana untuk menambah hingga 200 unit taksi listrik pada tahun ini.

"Tahun ini kami akan menargetkan penambahan 200 unit mobil listrik. Mobil tersebut akan mendukung operasional layanan Blue Bird, Silver Bird, serta Golden Bird," ungkapnya, seperti dilansir dari Kompas.

Penggunaan taksi listrik hanya salah satu contoh inovasi yang dilakukan taksi konvensional untuk bisa bertahan. Selain inovasi, perusahaan taksi konvensional juga telah memulai kolaborasi dengan perusahaan-perusahaan taksi online. 

Sebagaimana diketahui, Blue Bird menggandeng Gojek sebagai mitra kerja sama dalam layanan pemesanan taksi Blue Bird. Kerja sama tersebut menjadi terobosan baru bagi kedua perusahaan di tengah persaingan bisnis yang makin ketat. Kolaborasi serupa juga pernah dilakukan Taksi Express dengan menggandeng Grab sebagai mitra dengan meluncurkan layanan GrabTaxi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih

Advertisement

Bagikan Artikel: