Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mandatory Spending Dihapus, Anggaran Kesehatan Terancam Makin Menipis?

Mandatory Spending Dihapus, Anggaran Kesehatan Terancam Makin Menipis? Kredit Foto: Pexels/Nataliya Vaitkevich
Warta Ekonomi, Jakarta -

Peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development INDEF, Dhenny Yuartha Junifta menilai penghapusan kewajiban anggaran kesehatan atau mandatory spending dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan dapat menyebabkan anggaran kesehatan terancam karena rawan ditendang dari anggaran prioritas.

Kesehatan sendiri merupakan prioritas dasar yang wajib dipenuhi negara. Karenanya, Dhenny menyebut bahwa mandatory spending merupakan kunci yang akan menjaga agar prioritas fiskal tidak lari ke alokasi yang bukan prioritas dasar.

Mandatory spending itu menjadi kunci dalam memfokuskan anggaran untuk sebagian diarahkan untuk kebutuhan dasar. Kalau tidak ada (mandatory spending) ini rawan. Yang seharusnya buat kesehatan jadi bisa untuk nonkesehatan,” ujarnya dalam diskusi Menakar Penghapusan Mandatory Spending RUU Kesehatan yang diadakan INDEF secara virtual, Selasa (4/7/2023). 

Baca Juga: Asosiasi Tembakau: Pasal 156 Upaya Kemenkes Lemahkan IHT Melalui RUU Kesehatan

Semula, pemerintah mewajibkan besaran anggaran kesehatan sebesar 5 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di luar gaji dan sebesar minimal 10 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di luar gaji.

Namun, pemerintah memutuskan untuk menghapus mandatory spending dan menggantikannya dengan money follow program.

Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment INDEF, Rusly Abdulah juga mengungkap fakta bahwa saat mandatory spending diterapkan saja, masih banyak kabupaten atau kota yang anggaran kesehatannya belum terpenuhi, yakni masih di bawah 10 persen.

Rusly pun khawatir jika mandatory spending dihapus, bisa-bisa persentase anggaran untuk kesehatan semakin menurun.

"Sehingga, seharusnya yang dilakukan pemerintah adalah bukan menghapus kebijakan mandatory spending, tapi memperbaiki output-nya, sehingga anggarannya menjadi lebih efisien," tukasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: