Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rancangan Peraturan Pemerintah UU Kesehatan Zat Adiktif yang Dinilai Berat Sebelah

Rancangan Peraturan Pemerintah UU Kesehatan Zat Adiktif yang Dinilai Berat Sebelah Kredit Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dinilai belum menerapkan prinsip keadilan saat menjalankan partisipasi publik dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan turunan Undang-Undang (UU) Kesehatan. Hal ini terutama berkaitan dengan pembahasan pasal zat adiktif berupa produk tembakau yang diyakini akan berdampak negatif pada banyak pihak, termasuk para petani tembakau.

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Pamekasan, Samukrah, mengatakan seharusnya ada kesetaraan perlakuan dalam melibatkan para pemangku kepentingan yang terdampak saat proses penyusunan aturan. 

Ketidaksetaraan ini tercermin dari public hearing penyusunan RPP UU Kesehatan tentang Penyakit Tidak Menular, Penglihatan/Pendengaran, dan Zat Adiktif yang digelar Kemenkes pada Rabu (20/09). Di public hearing tersebut terdapat setidaknya 10 pihak dari posisi yang kontra terhadap industri hasil tembakau, sebaliknya hanya ada sekitar lima pihak dari sisi pelaku IHT.

“Kita sepakat kok untuk aturan yang prinsip, seperti tidak merokok di kendaraan umum, melarang anak di bawah umur tidak merokok, itu (kita) sepakat. Tapi, kalau kita dikekang dengan aturan-aturan yang tidak rasional, ya kami juga manusia. Kami juga punya kesabaran,” tegasnya.

Baca Juga: Walah Dalah! Aturan Turunan UU Kesehatan Setarakan Produk Tembakau Seperti Narkotika, Pemerintah Perlu Telaah Lebih Dalam

Aturan yang tidak rasional atau tidak masuk akal yang dimaksud Samukrah adalah sejumlah larangan tertulis yang terdapat pada RPP UU Kesehatan terkait produk tembakau, yang terdiri dari larangan penjualan rokok eceran, larangan iklan rokok di ruang publik dan internet, dan larangan lainnya.

Ia melanjutkan berbagai larangan tersebut dinilai seperti berupaya membunuh petani tembakau secara perlahan. “Kalau produk olahan tembakau ini dilarang berarti kan kami dibunuh petani ini,” terangya.

Sementara, lanjutnya, di Madura khususnya dan secara umum di Jawa Timur, belum ada pengganti yang setara bagi para petani tembakau. “Sampai detik ini belum ada komoditas yang bisa menggantikan komoditas tembakau. Kalau industrinya hancur, maka petaninya juga hancur,” imbuhnya.

Baca Juga: Supaya Efektif, Kemenkes Dinilai Harus Libatkan Partisipasi Publik Susun Aturan Turunan UU Kesehatan

Secara terpisah, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret (UNS), Sunny Ummul Firdaus, mengatakan materi muatan PP adalah untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya. “Kata-kata dari kalimat ‘sebagaimana mestinya’ menurut saya diartikan materi muatan PP tidak boleh menyimpang dari materi yang diatur dan bersangkutan,’’ terangnya kepada wartawan.

Oleh karena itu, jika amanah UU-nya adalah pengaturan, maka PP sebagai aturan pelaksananya menjabarkan pengaturan yang dimaksud, bukan lantas berdiri sendiri menjadi bersifat melarang. 

“Kuncinya cuma satu, yang dibuat di PP tidak boleh bertentangan dengan UU omnibus Kesehatan. Tapi, (seharusnya) mengatur bagaimana cara melaksanakannya, bukan membuat aturan yang bertentangan,” tegasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: