Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ketum PP Muhammadiyah: Lebih Susah Masuk Surga Ketimbang Buka Spesialis di Indonesia

Ketum PP Muhammadiyah: Lebih Susah Masuk Surga Ketimbang Buka Spesialis di Indonesia Kredit Foto: Muhammadiyah
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menyebut Indonesia butuh setidaknya 30.000 dokter spesialis untuk memenuhi rasio kebutuhan 278 juta penduduk.

Memahami kondisi demikian, Haedaer menyebut Muhammadiyah membantu pemerintah lewat amal usahanya, yakni rumah sakit dan perguruan tingginya.

Kendati demikian, langkah untuk memenuhi kebutuhan 30 ribu dokter terhalang oleh mentalitas birokrasi dalam sistem pendidikan kesehatan kita.

"Kita kekurangan dokter spesialis, tapi sistem tetap ini saja. Memang untuk FK (Fakultas Kedokteran) itu ketat, tapi tidak memberi solusi," kata Haedar dikutip dalam keterangannya.

Haedar menilai perlu adanya sistem yang adaptif dengan zaman saat ini, di tengah kebutuhan rakyat akan fasilitas kesehatan yang memadai.

"Tidak ada kebijakan-kebijakan yang mencoba untuk adaptif. Jadi bureaucracy is bureaucracy," tambahnya.

Haedar menilai usaha untuk mengejar kekurangan 30.000 dokter spesialis itu semakin sulit setelah alur menjadi dokter spesialis diubah dengan tidak lagi di pulau Jawa, tetapi di luar pulau Jawa.

"Pulau Jawa sudah diperketat. Rumah Sakit tidak boleh jadi homebase spesialis, tapi untuk spesialis susahnya bukan main. Kasarnya lebih susah masuk surga ketimbang buka spesialis di Indonesia itu. Ketika ada gagasan oleh Kemenkes untuk berbasis rumah sakit, tidak boleh, tapi ini tidak memberi ruang bagi adaptasi. Lembaga-lembaga profesi juga sama,” imbuhnya.

Peliknya watak birokratisme yang tidak menyelesaikan masalah, kata Haedar nampak pada polemik RUU Kesehatan yang telah lalu. Hambatan-hambatan inilah yang menurutnya perlu diselesaikan lebih dahulu jika target memenuhi kekurangan 30.000 dokter spesialis ingin dicapai.

"Maka RUU Kesehatan menjadi ajang konflik banyak kepentingan dan masing-masing tidak mau introspeksi termasuk lembaga-lembaga profesi. Jadi so what? Maka harus ada langkah kebijakan strategis yang berani, tapi tetap rasional untuk cari jalan keluar kalau kita mau cari kekurangan dokter. Jadi di situ sebenarnya. Nah disinilah Muhammadiyah harus terus melakukan langkah-langkah yang strategis," tegas Haedar.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: