Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Forum Pemred Singgung Kewajiban Berbagi Data dari Platform Digital: Pers Harus Bayar, Tidak Adil!

Forum Pemred Singgung Kewajiban Berbagi Data dari Platform Digital: Pers Harus Bayar, Tidak Adil! Kredit Foto: Unsplash/ Solen Feyissa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Forum Pemimpin Redaksi (Pemred) Arifin Asydhad mengomentari masalah kewajiban berbagi data dari pihak platform digital yang berkaitan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas.

Menurut Arifin, kewajiban berbagi data tersebut penting untuk melihat data pembaca. Arifin menjelaskan, platform digital pada dasarnya mendistribusikan konten agar sampai ke masyarakat. Ia mengambil contoh kasus Google, yang merekam pelacakan situs berita melalui Google Search, termasuk dari fitur mobile AMP. 

“Apakah perusahaan tersebut berbagi data? Dapat. Namanya Google Analytics, tapi seberapa banyak data yang dia dapatkan yang diperoleh oleh perusahaan pers? Terbatas. Untuk bisa mendapatkan data yang lebih banyak, harus membayar. Ini kan agak tidak fair. Mereka mendapatkan data pembaca kita, tapi tidak mau berbagi data,” ujar Arifin blak-blakan saat diskusi panel bertajuk Publisher Rights, Google dan Masa Depan Pers yang dilansir dari di YouTube Trijaya FM, Minggu (30/7/2023). 

Baca Juga: Dewan Pers soal Perpres Jurnalisme Berkualitas: Jadikan Ini sebagai Proses yang Saling Mendewasakan

Arifin juga membeberkan poin berikutnya, yakni melakukan kerja sama perusahaan pers dengan perusahaan platform digital. Menurutnya, kerja sama dilakukan supaya lebih setara. Ia menyinggung ekosistem media saat ini terdapat ketimpangan yang sangat jauh.

“Platform digital itu menguasai kira-kira 80% pasar dari pendapatan-pendapatan iklan yang ada di Indonesia. Mungkin media hanya 20%. Makanya yang kita minta adalah perlu ada keberpihakan atau kehadiran dari negara dan pemerintah,” ujarnya.

Dengan kerja sama yang melibatkan pemerintah, nantinya akan muncul kerja sama berkeadilan. Lantas, ia mempertanyakan model keadilan seperti apa yang akan diterapkan nanti.

“Yang disebut dengan adil itu seperti apa? Kalau akhirnya masih 70% ke 30% itu apakah adil? Apakah kemudian dari 60%-40% itu disebut udah adil? Ini yang perlu kita cari bersama-sama. Sebetulnya dan seharusnya platform itu juga melihat hal ini karena platform sudah masuk dalam ekosistem industri media. Dalam hal ini namanya distribusi konten,” terangnya. 

Arifin berseloroh, selama ini distribusi konten hanya sesuai keinginan pihak platform digital saja. Jadi selama ini yang namanya distribusi konten, mereka sesuai dengan keinginan sendiri saja. Ia menyinggung, akibat ekosistem yang dibangun perusahaan platform, dampak-dampak negatif timbul. Ia mengambil contoh kasus kreator berita atau media yang hanya mengambil konten demi iklan Google Adsense.

“Tidak diketahui ini kontennya benar-benar punya wartawan, punya tim redaksi yang memang mencari informasi, mengonfirmasi pengecekan data dan lainnya. Setidaknya hargailah hak karya intelektual kita,” tegas Arifin.

Dalam Perpres tersebut, istilah publisher rights muncul dan diatur dalam regulasi tersebut. Arifin sempat menjelaskan ada dua keberhasilan soal publisher rights, yakni keberhasilan pemerintah dan kekompakan dari media.

“Sekarang kalau dari media, kekompakan media itu yang menjadi tanda tanya karena masing-masing media ada yang sudah mendapatkan manfaat, ada yang belum, ada yang merasa mereka akan dirugikan kalau ada publisher rights,” tutupnya.

Baca Juga: Kemenkominfo: Perusahaan Pers Tak Bersatu, Mohon Maaf, Gampang Dipengaruhi Pihak Lain

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Nadia Khadijah Putri
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: