Berkat Bitcoin, MicroStrategy Kembali Raup Keuntungan pada Kuartal Kedua Tahun Ini
Perusahaan intelijen bisnis MicroStrategy, salah satu perusahaan terbesar di Amerika Serikat yang berinvestasi Bitcoin, kembali berhasil mencatat keuntungan pada kuartal kedua berkat lonjakan harga Bitcoin.
Dilansir dari Cointelegraph, Kamis (3/8/2023), dalam laporan hasil pendapatan kuartal kedua yang dirilis pada 1 Agustus, MicroStrategy melaporkan laba bersih sebesar US$22,2 juta (Rp337,39 miliar). Angka tersebut merupakan keuntungan yang besar, mengingat pada periode tahun sebelumnya perusahaan tersebut mengalami kerugian bersih sebesar US$1,1 miliar (Rp16.714,5 triliun). Total pendapatannya hampir tetap pada angka US$120,4 juta (Rp1,8 triliun).
Sebagian besar perubahan tersebut disebabkan oleh kerugian digital aset yang lebih kecil secara perbandingan, yakni sebesar US$24,1 juta (Rp366,1 miliar) dalam kuartal kedua tahun ini, dibandingkan dengan kuartal kedua tahun 2022 yang mengalami kerugian sebesar US$917,8 juta (Rp13,9 triliun).
Baca Juga: Ukraina Kehilangan Rp1,23 Triliun dari Pajak Bursa Kripto yang Belum Teregulasi
Dalam kasus MicroStrategy, kerugian digital aset terjadi ketika harga pasar Bitcoin mengalami penurunan harga dari saat Bitcoin tersebut dibeli. Pada kuartal kedua, harga Bitcoin berada di kisaran antara US$25.000 (Rp379,8 juta) dan US$30.700 (Rp466,4 juta), dengan reli yang mencolok pada pertengahan Juni lalu setelah beberapa dana pertukaran Bitcoin spot baru diajukan ke Komisi Sekuritas dan Bursa (Securities and Exchange Commision/SEC).
"Pemilikan Bitcoin kami meningkat menjadi 152.800 Bitcoin per 31 Juli 2023, dengan penambahan sebanyak 12.333 Bitcoin pada kuartal kedua menjadi peningkatan terbesar dalam satu kuartal sejak kuartal kedua tahun 2021," ujar CFO MicroStrategy, Andrew Kang.
Kang mengatakan bahwa mereka menggunakan kas dari operasional perusahaan untuk menambah Bitcoin pada neraca mereka, dan melakukannya di tengah prospek yang menjanjikan dari minat institusional, transparansi akuntansi, dan peningkatan kejelasan regulasi untuk Bitcoin.
Sementara itu, pada 13 Juni, Pimpinan MicroStrategy, Michael Saylor mengatakan bahwa ia percaya tindakan penegakan terbaru dari SEC akan menguntungkan Bitcoin. Hal ini karena Bitcoin merupakan satu-satunya kripto yang dikecualikan dari status keamanan oleh Pimpinan SEC, Gary Gensler.
Perusahaan ini mengakuisisi 12.333 Bitcoin senilai US$347 juta (Rp5,27 triliun) pada kuartal ini. Selanjutnya, pada 30 Juli, perusahaan ini membeli 467 BTC lagi, sehingga total saldo Bitcoinnya saat ini bernilai US$4,5 miliar (Rp68.377,5 triliun) dengan harga saat ini.
Dalam laporan terpisah kepada SEC yang juga diajukan pada 1 Agustus, perusahaan mengungkapkan bahwa mereka berencana untuk menjual hingga US$750 juta (Rp11,3 triliun) saham untuk membeli Bitcoin dan untuk mencapai tujuan perusahaan lainnya.
Untuk diketahui, menurut Google Finance, harga Bitcoin terus naik sepanjang tahun 2023, mengalami lonjakan sebesar 79% sejak awal tahun. Selain itu, harga saham MicroStrategy juga mengalami kenaikan hampir 200% dari 3 Januari lalu sampai artikel ini ditulis.
Baca Juga: Setelah Tidur 11 Tahun, Rekening Bitcoin Ini Tiba-Tiba Transfer US$31 Juta ke Rekening Baru
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement