Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rocky Gerung Sebut Moeldoko bak Seorang 'Preman'

Rocky Gerung Sebut Moeldoko bak Seorang 'Preman' Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Akademisi Rocky Gerung turut menyoroti pernyataan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko yang mengaku siap pasang badan jika ada pihak yang hendak mengganggu Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Hal itu dia ungkap menyusul ramainya protes keras dari berbagai pihak terkait kritik tajamnya yang dialamatkan pada Jokowi. Adapun dalam kritiknya, Rocky menyebut Jokowi dengan diksi 'baj*ng*n t*l*l'.

Baca Juga: Dinilai Menghina Kalimantan, Rocky Gerung: Di Mana Hinaannya?

Rocky menyebut, sikap Moeldoko yang siap pasang badan demi Jokowi seperti seorang preman. Moeldoko sebagai pejabat publik, kata dia, mesti bisa berpikir lebih dingin untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

"Karena Pak Moledoko itu pejabat publik yang mestinya dengan dingin mengatakan bahwa, 'Oke ada problem, mari kita selesaikan secara argumen atau secara hukum itu'. (Diksi) 'masang badan' artinya itu, itu bukan bahasa dasar dari seorang pejabat publik, kayak preman itu mau pasang badan," kata Rocky dalam konferensi persnya di Jakarta, Jumat (4/8/2023).

Rocky mengaku, pemilihan diksi 'baj*ng*n t*l*l' dalam kritiknya dilakukan agar dapat mengerti masyarakat semua kalangan. Kendati demikian, kata dia, dimaknai dengan hal yang lain. Sebagai seorang intelektual, Rocky mengaku gagal membawa Indonesia pada percakapan intelektual. Dia pun menegaskan, kritik yang dialamatkan pada Jokowi ditujukan kepada jabatan presiden.

"Bahasa yang saya pilih tajam, tapi tidak diarahkan pada pribadi Presiden Jokowi, tapi pada lembaga publik itu kabinet, bahkan yang di dalamnya ada Pak Moeldoko. Jadi, kita gagal untuk membawa bangsa ini pada percakapan intelektual, itu dasarnya," kata Rocky.

Rocky juga mengaku sering diminta untuk me-review Undang-undang Cipta Kerja yang hingga saat ini belum diindahkan pemerintah. Begitu pula dengan proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Dia menyebut, pembangunan IKN dinilai salah secara konstruksi hukum. Pasalnya, mesti ada izin pada masyarakat adat Kalimantan. Dia pun mempertanyakan izin pembangunan IKN pada masyarakat adat.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Andi Hidayat
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: