Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mayoritas Emiten Teknologi Masih Merugi pada Paruh Pertama Tahun Ini

Mayoritas Emiten Teknologi Masih Merugi pada Paruh Pertama Tahun Ini Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bisnis selalu bergerak sesuai dengan perkembangan zaman. Oleh sebab itu, di zaman serba digital dan praktis ini, ada banyak perusahaan yang mengandalkan teknologi untuk memenuhi kebutuhan konsumen sekaligus memperbesar potensi bisnis. Sekarang ini, masyarakat dapat dengan mudahnya menemukan aplikasi untuk antar-jemput, pesan-antar makanan, berbelanja daring, bahkan belanja saham.

Di antara banyaknya perusahaan yang bergerak di bidang teknologi, ada tiga emiten yang dapat dikategorikan sebagai perusahaan teknologi terbesar. Selain karena namanya yang tidak lagi asing di telinga masyarakat, ketiga emiten yang dimaksud sudah resmi mendaftarkan dirinya di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Lantas, bagaimana performa keuangan tiga emiten teknologi pada semester pertama tahun 2023? Simak informasi selengkapnya!

Baca Juga: Banyak Direkomendasikan Ahli, Bagaimana Performa Emiten Operator Seluler pada Paruh Pertama Tahun Ini?

PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO)

PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) merupakan salah satu emiten teknologi terbesar di Indonesia. Sebelum resmi melantai di bursa per tanggal 15 Maret 2022 lalu, Gojek dan Tokopedia yang tadinya menjalankan bisnis sendiri-sendiri melakukan peleburan terlebih dahulu pada 17 Mei 2021. 

Sebagai informasi, baik Gojek maupun Tokopedia adalah perusahaan berbasis teknologi yang menyediakan jasa untuk memajukan perekonomian bangsa. Meskipun masyarakat Indonesia dan investor asing menunjukkan ketertarikan yang cukup tinggi terhadap saham perusahaan—terlihat dari tingginya angka turnover di hampir setiap hari perdagangan—nyatanya GoTo masih sering menderita kerugian.

Pada semester pertama tahun 2023, GoTo berhasil menekan angka kerugian hingga 56% menjadi Rp3,3 triliun. Hal tersebut didukung oleh membaiknya performa pendapatan dan terpangkasnya pengeluaran insentif serta pemasaran produk hingga 43% ke angka Rp2,7 triliun.

Selain itu, pada paruh pertama 2023, EBITDA Grup yang disesuaikan sanggup menyentuh angka -0,84% alias meroket 72% dari periode yang sama di tahun sebelumnya. Perusahaan yang terkenal dengan warna hijau itu juga berhasil mempertahankan pertumbuhan pendapatan bruto sebesar 6% dengan take rate yang melonjak 40 bps ke angka 4,1%.

GoTo juga membukukan kinerja yang cukup baik apabila dilihat dari segi kuantitas konsumen profitable dan profitabilitas keseluruhan per pengguna. Sebab, kedua segmen itu menunjukkan kestabilan yang bersamaan dengan peningkatan sebesar 42% pada segmen belanja konsumen.

Baca Juga: Laba Lima Emiten Kendaraan Listrik Ini Terpangkas pada Paruh Pertama 2023, Kok Bisa?

PT Global Digital Niaga Tbk (BELI)

Emiten teknologi yang akan dibahas berikutnya adalah PT Global Digital Niaga Tbk (BELI) atau yang lebih dikenal dengan nama Blibli. Mengutip dari situs webnya, diketahui bahwa perusahaan berbasis teknologi itu mulai menjalankan bisnisnya sejak tahun 2011. Perusahaan yang resmi go public pada 8 November 2022 itu dinobatkan sebagai salah satu mal daring terbesar di Indonesia yang mempunyai gudang terbesar di Asia Tenggara.

Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis belum lama ini, dikabarkan bahwa sepanjang enam bulan pertama tahun 2023, Blibli masih harus memikul kerugian sebesar Rp1,74 triliun. Kendati demikian, sebenarnya performa tersebut sudah terbilang bagus mengingat besaran kerugiannya menyusut 29,37% jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya. 

Nominal kerugian dapat ditekan berkat meningkatnya angka pendapatan bersih. Merujuk dari sumber yang sama, per Juni 2023, dilaporkan bahwa Blibli mampu mengantongi Rp7,77 triliun. Jika dibandingkan dengan pemasukan per Juni 2022, terlihat ada kenaikan sebesar 15,85%.

Dalam menjalankan bisnisnya, Blibli mengandalkan tiga segmen utama. Pada semester pertama tahun 2023, segmen ritel online berkontribusi sebesar Rp5,03 triliun; segmen toko fisik memberikan Rp2,09 triliun; sedangkan segmen institusi menyumbang Rp1,15 triliun. Nominal pendapatan itu kemudian dipangkas Rp581,58 miliar untuk membiayai diskon dan promosi langsung.

Sementara itu, per 30 Juni 2023 lalu, beban pokok pendapatan perusahaan terpantau sedikit melambung. Pada periode itu, Blibli menggelontorkan Rp6,58 triliun untuk membiayai persediaan awal periode, pembelian, beban pokok penjualan, dan beberapa keperluan lainnya. Nominal tersebut menunjukkan adanya kenaikan sebesar 7,05%.

Sebagai informasi tambahan, per tengah tahun ini, kepemilikan aset Blibli.com telah menyentuh angka Rp13,02 triliun yang terdiri atas aset lancar senilai Rp6,06 triliun dan aset tidak lancar senilai Rp6,95 triliun. Adapun liabilitas dan ekuitas perusahaan masing-masing berada di angka Rp4,17 triliun dan Rp8,84 triliun. 

Baca Juga: Kendaraan Bermotor Tinggi Peminat, Kinerja Keuangan Emiten Otomotif Ikut Meningkat!

PT Bukalapak.com Tbk (BUKA)

PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) merupakan emiten teknologi yang didirikan pada tahun 2010. Kini, perusahaan yang resmi menawarkan sahamnya kepada masyarakat per tanggal 6 Agustus 2021 itu sudah membantu lebih dari seratus juta pengguna dan terkoneksi dengan 13,5 juta pelaku Usaha Kecil Mikro Menengah (UMKM).

Sama seperti GoTo dan Blibli, pada kuartal kedua tahun 2023, Bukalapak juga terpaksa menanggung kerugian sebesar Rp389,27 miliar. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan kerugian pada periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai Rp1 triliun, performa Bukalapak terbilang sudah membaik.

Pada periode dan tahun yang sama, Bukalapak sukses meningkatkan perolehan pendapatan usaha dan pendapatan marketplace-nya. Merujuk dari keterangan pers yang dipublikasikan beberapa waktu lalu, diperoleh informasi bahwa pendapatan usaha Bukalapak melambung 30% menjadi Rp1,17 triliun; sedangkan pendapatan marketplace perusahaan terbang 74% ke angka Rp684 miliar.

Sementara itu, margin kontribusi keseluruhan Bukalapak ikut melompat 622% menjadi Rp124 miliar. Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, terlihat ada lonjakan sebesar 622% yang disebabkan oleh rendahnya biaya penjualan dan pemasaran sebagai persentase Total Processing Value (TPV).

Baca Juga: Kinerja Emiten FMCG Masih Moncer Sampai Pertengahan Tahun 2023

Perihal adjusted EBITDA, Bukalapak mencatatkan nominal Rp125 miliar atau setara dengan kenaikan hingga 65%. Hal ini disebut sebagai kabar baik mengingat pada awal tahun ini, Bukalapak justru memproyeksikan adjusted EBITDA loss sebesar Rp150–Rp175 miliar untuk kuartal kedua. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Yohanna Valerie Immanuella
Editor: Yohanna Valerie Immanuella

Advertisement

Bagikan Artikel: