Ingin Indonesia Maju, Ekonom Minta Presiden Pengganti Jokowi Lanjutkan Hilirisasi
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa hilirisasi sangat penting untuk mendorong Indonesia jadi negara maju.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mendukung sikap Menteri Bahlil bahwa hilirisasi merupakan kebijakan penting untuk memberikan nilai tambah sekaligus menjadi syarat bagi Indonesia menjadi negara maju.
Oleh karena itu, Faisal berharap kebijakan positif dari pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu dapat diteruskan pemimpin Indonesia berikutnya dengan perbaikan sejumlah tata kelola agar efektif dan efisien.
“Diteruskan dengan banyak perbaikan dalam tata kelola,” ujar Faisal, Rabu (30/8/2023).
Bagi Faisal, kebijakan hilirisasi sudah tidak perlu diperdebatkan lagi karena memang diperlukan bagi negara berkembang seperti Indonesia.
“Kalau masalah hilirisasi itu menurut saya banyak ekonom ya pada umumnya termasuk juga saya itu tidak ada perdebatan. Hilirisasi itu penting, hilirisasi sebetulnya konteks yang lebih bagusnya adalah industrialisasi ya cuma ini konteksnya adalah membangun industri hilir kan begitu,” ucapnya.
Faisal mendorong supaya hilirisasi tidak hanya pada industri tambang melainkan juga merambah ke sektor komoditas lainnya seperti pertanian pertanian, perkebunan, perikanan dan lain sebagainya.
“Nah di dalam konteks membangun industri hilir untuk menciptakan nilai tambah itu memang sesuatu yang perlu dilakukan oleh negara berkembang seperti Indonesia yang tingkat industrialisasinya belum matang supaya tidak terjadi deindustrialisasi,” katanya.
“Salahsatunya adalah dengan membangun industri hilir yang disebut hilirisasi untuk sumber daya alam dan bukan hanya tambang tapi juga perkebunan pertanian yang lain-lain dan perikanan dan banyak hal begitu,” imbuh Faisal.
Lebih lanjut Faisal menekankan untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara maju lewat hilirisasi perlu tata kelola yang baik, meminimalisir dampak negatif dan memberikan multiplier effect atau efek berganda bagi Indonesia khususnya masyarakat di sekitar wilayah industri hilir.
“Yang menjadi permasalahan sekarang itu adalah bukan apakah hilirisasi atau tidak, kalau saya pikir adalah bagaimana cara kita melakukan hilirisasi itu termasuk bagaimana dari sisi tata kelola yang baik ya, meminimalisir dampak negatif memaksimalkan dampak multiplier effect bagi Indonesia,” tuturnya.
Dikatakan Faisal, pemerintah perlu mendorong keadilan bagi investor maupun masyarakat dalam mendapatkan manfaat serta tetap bijak mengelola sumber daya alam Indonesia dengan tetap memperhatikan lingkungan.
“Kemudian deal yang lebih fair gitu ya antara investor dengan penambang dan juga dengan pemerintah Indonesia selaku pemilik teritori dan juga sumber daya alamnya begitu ya, bagaimana kemudian penciptaan nilai tambah dari sisi tenaga kerjanya juga gitu ya, masalah harga pricing dan lain-lain,” tukas Faisal.
Sebelumnya, Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, menyebutkan, tidak ada cara yang lain untuk Indonesia bisa dengan cepat menjadi negara maju kecuali kuncinya dengan industrialisasi melalui hilirisasi.
Menurutnya, jika Indonesia tidak melakukan hilirisasi sumber daya alam, maka nasib Indonesia hanya akan berjalan di tempat.
“Ini yang kita akan bangun hilirisasi supaya pertumbuhan ekonomi nasional kita bagus ke depan. Kalau ini (hilirisasi) tidak kita lakukan, negara kita akan tetap berjalan di tempat," ucap Bahlil
Bahlil menuturkan, untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju, tidak ada cara lain yang bisa dilakukan selain hilirisasi.
“Dunia sekarang sudah mendorong kepada green energy dan green industry untuk menurunkan emisi. Indonesia sekarang kita dorong semua ke hilarisasi karena kalau tidak ada hilirisasi kita cuma mengekspor barang-barang mentah," terang Bahlil.
Lebih lanjut Bahlil menerangkan, ke depan bukan hanya hasil tambang yang akan didorong untuk melakukan hilirisasi, tetapi berbagai komoditas lain akan dilakukan hal serupa.
Dia mencontohkan nikel yang telah berhasil dilakukan hilirisasi dan menciptakan nilai tambah. Bahlil menyebut nilai ekspor nikel melejit setelah dilakukan penghentian ekspor bahan mentah.
"Nikel tahun 2017-2018 kita melarang ekspor, total ekspor nikel kita waktu itu hanya 3,3 miliar dolar AS. Begitu kita larang ekspor, kita bangun hilirisasi, sekarang nilai ekspor kita sudah mencapai 30 miliar dolar AS, naiknya 10 kali lipat ketimbang kita belum melakukan hilirisasi," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement