Pemerintah akan segera menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) terkait Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dan Pelaporan Baru menggantikan regulasi yang mengatur sebelumnya, yakni Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2022.
Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Iman Sinulingga mengatakan, selain untuk memperbaiki tata kelola dan efisiensi dalam pelayanan perizinan pertambangan mineral atau batu bara, pemerintah menganggap perlu dilakukan pengaturan kembali konsep penyusunan, evaluasi, dan persetujuan RKAB.
Mengingat persetujuan RKAB merupakan dasar bagi pemegang IUP, pemegang IUPK, dan pemegang IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak atau perjanjian untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan.
Baca Juga: Asosiasi Minta Revisi Permen PLTS Atap Segera Rampung
"Setelah terbitnya UU Minerba yang baru dan peraturan pelaksanaanya, antara lain PP 96 Tahun 2021, serta dalam rangka untuk memperbaiki tata kelola dan efisiensi terkait penyusunan, evaluasi dan persetujuan RKAB dan Pelaporan dalam Kegiatan Usaha Pertambangan," ujar Iman dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (11/9/2023).
Iman mengatakan, pemerintah perlu menyusun Rancangan Permen (Rpermen) ESDM tentang Tata Cara Penyusunan, Penyampaian, dan Persetujuan RKAB serta Tata Cara Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba yang sebelumnya telah diatur dalam Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2020.
Iman mengungkapkan, secara umum substansi pokok yang diatur dalam Rpermen tersebut berisi empat hal pokok, yakni pembagian waktu kegiatan untuk RKAB, sanksi administratif, pemenuhan aspek esensial dalam penyusunan RKAB, dan efisiensi tata waktu.
Dengan mempertimbangkan prinsip kecermatan, efisiensi, kemudahan, dan percepatan dalam pemberian pelayanan perizinan, RKAB perlu mengatur, antara lain konsep besar penyusunan dan persetujuan RKAB.
"Kedua, sanksi administratif tegas bagi pemegang izin berupa pencabutan izin tanpa pengenaan sanksi peringatan tertulis hingga sanksi penghentian. Ketiga, penentuan pemenuhan aspek esensial dalam penyusunan, evaluasi dan persetujuan RKAB, dan keempat, efisiensi tata waktu dalam penyusunan, evaluasi dan persetujuan RKAB," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM Bambang Sucipto mengatakan, penerbitan Rpermen baru yang mengatur RKAB dan pelaporan tersebut merupakan peraturan pelaksanaan untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Pasal 177 ayat (3) dan Pasal 178 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
"Permen baru yang mengatur RKAB dan pelaporan itu diterbitkan dalam rangka perbaikan tata kelola dan efisiensi dalam pelayanan perizinan pertambangan mineral atau batu bara perlu dilakukan pengaturan kembali konsep penyusunan, evaluasi dan persetujuan RKAB, mengingat persetujuan RKAB merupakan dasar bagi pemegang IUP, pemegang IUPK, dan pemegang IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak atau perjanjian untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan," ujar Bambang.
Bambang menjelaskan, mengenai dua hal substansi pokok yang ada dalam Rpermen tersebut, yakni konsep persetujuan RKAB yang dibagi dua saat eksplorasi dan eksploitasi serta pemberian sanksi, konsep besar penyusunan dan persetujuan RKAB yang dibagi menjadi RKAB Tahap Kegiatan Eksplorasi yang disusun untuk jangka waktu kegiatan satu tahun dan RKAB Tahap Kegiatan Operasi Produksi yang disusun untuk jangka waktu kegiatan tiga tahun.
"Sedangkan mengenai sanksi, pemerintah akan memberikan sanksi administratif yang tegas bagi pemegang izin berupa pencabutan izin tanpa pengenaan sanksi peringatan tertulis dan sanksi penghentian sementara kegiatan apabila melakukan kegiatan usaha pertambangan tanpa memiliki persetujuan RKAB," jelasnya.
Iman menyebut, Permen tentang Tata Cara Penyusunan, Penyampaian, dan Persetujuan RKAB serta Tata Cara Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba saat ini masih berproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
Untuk mendapatkan masukkan dari masyarakat, Kementerian ESDM meminta pandangan dari masyarakat dalam setiap tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut, baik berupa proses satu tahap atau proses yang berkelanjutan dengan tujuan mengumpulkan informasi untuk memfasilitasi penyusunan peraturan perundang-undangan berkualitas yang juga mengakomodasi kepentingan masyarakat.
"Kewajiban pelaksanaan konsultasi publik sudah diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan sebagaimana kita pahami sesuai ketentuan pasal 188 ayat 3 Perpres 87 tahun 2014 yaitu tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, di sana diamanatkan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan atau tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Kewajiban pelaksanaan konsultasi publik ini juga diperkuat di dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-18/2020 khususnya di halaman 363," pungkasnya.
Baca Juga: Pentingnya Bioenergi dalam Transisi Energi, Begini Penjelasan ESDM
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement