Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

'Kiamat' Nikel 15 Tahun lagi, Peneliti TII: Diperlukan Pengelolaan, Pengawasan, dan Pemanfaatan yang Hati-Hati

'Kiamat' Nikel 15 Tahun lagi, Peneliti TII: Diperlukan Pengelolaan, Pengawasan, dan Pemanfaatan yang Hati-Hati Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menyatakan bahwa umur nikel di Indonesia hanya tinggal 15 tahun lagi. Adapun cadangan nikel di Indonesia saat ini, menurut Arifin, adalah 5,3 miliar ton dengan potensi sebesar 17 miliar ton.

Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Putu Rusta Adijaya, berpendapat bahwa kekhawatiran ini rasional. Hal ini dikarenakan nikel merupakan sumber daya alam yang bersifat tidak dapat diperbaharui.

“Pernyataan Menteri ESDM tentang umur nikel yang tinggal 15 tahun itu merupakan kekhawatiran yang rasional, karena nikel adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Ini juga merupakan ancang-ancang bahwa kedepannya kita perlu mengelola, mengawasi, dan memanfaatkan sumber daya alam kita secara lebih hati-hati dengan perhitungan yang matang,” paparnya dalam keterangan pers tertulis di Jakarta, Senin (18/9/2023).

Baca Juga: Meroketnya Ekonomi Maluku Utara, Bukti Keberkahan Industri Nikel Indonesia

Putu juga menyampaikan bahwa pembangunan pengolahan dan pemurnian (smelter) yang melebihi optimal tidak hanya akan mempercepat berkurangnya cadangan nikel di Indonesia, tetapi juga berdampak bagi lingkungan.

“Jika kita membangun smelter yang melebihi optimal, hal ini akan sangat berdampak pada tingkat deplesi cadangan nikel Indonesia. Umur cadangan nikel menjadi semakin pendek. Perlu adanya kajian terukur, berapa jumlah smelter sebenarnya yang harus dibangun. Kalau sampai overbuild, hal ini tidak hanya berdampak ke turunnya cadangan nikel akibat over mining, tapi juga ke risiko lingkungan,” ujarnya.

Berbicara risiko lingkungan, risiko dampak terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh pembangunan smelter nikel yang berlebihan adalah banjir dan tanah longsor akibat pemotongan pepohonan. Selain itu, biodiversitas laut akan berkurang, jika limbah nikel tidak dikelola sesuai peraturan dan terurai sembarangan ke laut. 

“Indonesia sudah berkomitmen untuk mencapai 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) pada tahun 2030, yang sebenarnya sudah di depan mata. Pekerjaan kita masih amat banyak untuk mencapai 17 tujuan tersebut. Kalau dilihat trend-nya, kita baru on track 18%, sisanya balik arah (reverse) dan bahkan mayoritas tidak ada kemajuan. Diharapkan agar pengembangan industri nikel Indonesia bisa tetap pada jalur komitmen menuju TPB. Hal ini penting karena berhubungan tidak hanya dengan aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial dan lingkungan, serta keberlanjutan.

Baca Juga: Pakar: Hilirisasi Nikel Dipilih untuk Kepentingan Politis Jelang Pemilu & Pilpres 2024

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: