Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Fosil Masih Jadi Tulang Punggung Energi Nasional

Fosil Masih Jadi Tulang Punggung Energi Nasional Kredit Foto: Djati Waluyo
Warta Ekonomi, Nusa Dua, Bali -

Staf Ahli Menteri Bidang Energi pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Haruni  Kirisnawati, mengatakan energi fosil masih menjadi tulang punggung pemenuhan kebutuhan energi nasional di masa depan. 

Oleh karena itu pemerintah berharap pelaku industri hulu migas melakukan inovasi dan memberikan masukan terkait usaha-usaha peningkatan produksi namun juga menekan ekomisi karbon yang dihasilkan, seperti halnya Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS).

Haruni menyebut, berdasarkan data KLHK tahun 2019, kontributor terbesar emisi gas rumah kaca di Indonesia adalah Perubahan Penggunaan Lahan dan Kehutanan (Land Use Change and Forestry – LUCF) sebesar 50,13%, serta dari sektor energi sebesar 34,49%, utamanya dari pembangkit listrik. 

Baca Juga: Memastikan Efektivitas Pengadaan Proyek Energi Terbarukan

"Pemerintah mendukung penerapan teknologi CCS dan CCUS di Indonesia. Hal ini didasarkan pada kebutuhan peningkatan produksi energi negara kita, sekaligus mengingat potensi besar yang dimiliki Indonesia untuk mengimplementasikan teknologi CCS/CCUS," ujar Haruni pada acara ICIOG dikutip Jumat (22/9/2023). 

Haruni mengatakan, bahwa lapangan-lapangan migas yang telah mencapai masa produksi puncak memiliki potensi penyimpanan CO2 sekitar 2,5 miliar ton CO2. 

Dukungan antara lain ditunjukkan dengan diterbitkannya Permen ESDM No 2 tahun 2023 yaitu Penyelenggaraan dan Penangkapan Karbon serta Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Aturan lain adalah regulasi dengan membuat Bursa Karbon yang rencanannya akan diluncurkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 26 September 2023

Selain itu, di Bursa Karbon, nantinya dimungkinkan dilakukan carbon trading, di mana karbon yang sudah ditangkap dan disimpan akan diperdagangkan. Untuk memantapkan rencana besar ini, menurut Haruni, berbagai kementerian, lembaga, dan periset kumpul bersama. 

Pasalnya, bukan hanya menangkap, menyimpan, dan menjual karbon, praktek ini juga harus mempertimbangkan dampaknya ke lingkungan dan masyarakat. 

"Penerapan CCS masih memiliki banyak ketidakpastian terutama mengenai biaya penangkapan dan kompresi CO2. Selain tantangan teknis dan ekonomi juga ada hal-hal lain seperti HSE pada jangka panjang. Oleh karena itu diharapkan ada masukan dari para pelaku bisnis untuk mengantisipasi dampak yang mungkin muncul,” ucapnya. 

Untuk mengantisipasi dampak jangka panjang tersebut, ia berharap agar implementasi kegiatan CCS oleh industri hulu migas diprioritaskan menggunakan kawasan hutan yang mengalami degradasi, dibanding kawasan hutan yang sehat. 

"Meskipun industri minyak dan gas merupakan pilar utama perekonomian, industri ini juga mempunyai tanggung jawab besar dalam mengurangi emisi karbon,” ungkapnya. 

Baca Juga: Pemenuhan BBM Harus Terjaga Selama Masa Transisi Energi

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: