Ekonom INDEF Sebut E-Commerce Indonesia Lebih Liberal dari Cina: Belum Ada Kewajiban untuk Tagging
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyinggung soal kondisi lokapasar atau e-commerce di Indonesia yang cenderung lebih liberal dibandingkan Cina dan India, khususnya untuk penandaan barang atau tagging asal produk, apakah produk lokal, atau impor.
Mulanya, Peneliti Center of Digital Economy and SME INDEF, Nailul Huda menjelaskan masalah label dan sertifikasi produk impor dan lokal. Khususnya pada tagging, yang dapat melacak produk-produk lokal, baik itu dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) atau perusahaan besar dan produk impor. Menurutnya, pelaku e-commerce atau pelaku perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) di Indonesia masih belum memiliki kewajiban untuk melakukan tagging, sementara pemerintah belum bisa memaksa platform untuk melakukan tagging.
“Kita ini nampaknya, di Indonesia ini, kalau bisa dibilang di pengaturan e-commerce, lebih liberal dibandingkan dengan di Cina. Di Cina, barang yang dijual di e-commerce, harus melampirkan tagging dari mana, itu informasi kalau dia barang impor yang importirnya dari mana, nomor importir, sertiifkasinya. Kita belum ada,” beber Huda di acara diskusi publik bertajuk “Larangan Social Commerce, Tepatkah?” pada Selasa (3/10/2023) secara daring.
Baca Juga: Ini Alasan Besar Mengapa Media Sosial Harus Dipisah Dengan E-commerce
Hal tersebut diperparah dengan belum adanya kewajiban bagi pelaku e-commerce di Indonesia untuk melakukan tagging di produknya. Namun, Huda menekankan, barang-barang crossborder di e-commerce jelas barang impor, dibandingkan produk yang dijual namun tidak ketahuan asalnya impor atau lokal.
Huda pun menyebutkan salah satu platform e-commerce yang berhasil membuat fitur etalase khusus barang lokal, yang merupakan perusahaan di bawah naungan Sea Group, sehingga mereka dapat memetakan barang lokal dan impor.
“Nah makanya, butuh sebenarnya tagging bagi semuanya, bukan hanya Shopee. Kita dorong juga TikTok Shop, Tokopedia, [dan lain-lain], kita harus lakukan tagging ini barang dari mana,” tegas Huda.
Huda pun menyindir, negara tetangga seperti India dan Cina justru melakukan tagging. Maka tidak heran jika Huda blak-blakan mengatakan, “Lucunya, kita tidak melakukan tagging, di India, mereka melakukan tagging barangnya dari mana. Jadi kita lebih liberal dibandingkan Cina dalam hal e-commerce.”
Alasan Huda cukup kuat mengapa tagging perlu dilakukan untuk semua pelaku e-commerce, baik itu Tokopedia di bawah naungan GoTo, Shopee di bawah naungan Sea Group, Bukalapak, dan Lazada di bawah naungan Alibaba, dan lainnya, yakni untuk membantu pemerintah membuat kebijakan insentif terhadap produk lokal.
“Tagging ini sangat penting untuk pembuatan kebijakan. Misalnya pemerintah ingin memberikan insentif pada produk lokal. Kita bisa lihat, produk lokal apa saja. Kalau barang impor, apa saja. Oh barang lokal ini yang diberi insentif, barang impor ini yang tidak,” jelas Huda.
Selain itu, Huda juga membahas label produk. Ia menyinggung banyaknya produk impor ilegal yang dijual bebas di platform e-commerce. Argumennya, produk-produk ini tidak memiliki label Standar Nasional Indonesia (SNI), buku manual atau panduan dalam Bahasa Indonesia, dan lainnya.
“Made in Tiongkok saja. itu merugikan. Seharusnya peraturannya adalah, ketika masuk ke pasar Indonesia, harus ada aturan labelling, harus mengurus izin SNI, kalau makanan harus izin halal. Banyak sekali PMSE yang belum melakukan hal tersebut,” terang Huda.
Menurutnya, dengan adanya regulasi Permendag No. 31 Tahun 2023, tindakan pemerintah yang mengharuskan pelaku e-commerce untuk memberikan informasi produk berupa label dan sertifikasi sudah tepat.
“ Permendag ini sudah tepat untuk informasi labelling dan sertifikasi produk di e-commerce,” pungkas Huda.
Baca Juga: E-Commerce TikTok Shop Resmi Ditutup, Gimana Nasib UMKM Indonesia?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nadia Khadijah Putri
Editor: Amry Nur Hidayat
Advertisement