Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Saat Baswedan Ditangkap di Solo

Saat Baswedan Ditangkap di Solo Kredit Foto: Ist
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ada cerita sejarah tentang sosok kakek bakal capres dari Nasdem dan PKB, Anies Baswedan.

Kakek Anies bukan orang sembarangan, ia adalah pahlawan nasional dan sudah terkenal gigih memperjuangkan kemerdekaan bagi Indonesia, dia adalah Abdurahman Baswedan, seorang tokoh reformis di kalangan orang keturunan Arab Hadramaut di Indonesia.

Abdurahman atau biasa disapa "Pak AR" ini, adalah tokoh yang berjuang keras agar golongan etnis Arab Hadramaut bisa mengintegrasikan diri dengan bangsa yang baru, yakni Indonesia.

Ia adalah sosok yang tegas dan berkemauan keras menolak eksklusifitas golongan Arab yang sudah bermigrasi ke Indonesia.

Baswedan bahkan menginisiasi Persatuan Arab Indonesia (PAI) sebagai wadah untuk mengekspresikan sikap nasionalismenya kepada Indonesia dari golongan Arab.

Tapi, perjuangan untuk mewujudkan itu rupanya tidak mudah, banyak tantangan dan jalan terjal yang dihadapi oleh AR Baswedan, terutama dari kalangannya sendiri.

Tidak hanya harta benda, tenaga, pikiran bahkan keselamatan nyawanya juga ia pertaruhkan agar masyarakat Arab di Indonesia bisa menyambut bangsa baru bagi mereka, yakni bangsa Indonesia.

AR Baswedan adalah sosok anak keturunan pendatang Arab yang modern, ia tidak mau tunduk dengan nilai-nilai tradisi. Kaum Hadramaut adalah kaum imigran yang sebelumnya masih mengklasifikasikan golongan seperti yang berlaku di tanah leluhurnya di Hadramaut, Yaman Selatan.

Yakni golongan Sayyid dan non-Sayyid. Secara kelas sosial golongan Sayyid dianggap tertinggi di kelasnya. Untuk itu, wajib dihormati oleh para imigran keturunan Arab di Indonesia.

Dan Baswedan menolak hal itu, baginya Indonesia bukan lah tempat singgah dan Yaman bukan tempat ia berasal. Kaum imigran Hadramaut adalah orang Indonesia, tanah air dan nasionalismenya ada di Indonesia. Untuk itu, pola kebiasaan dan kebudayaan akarnya adalah Indonesia, bukan di Yaman.

Saat masa pendudukan Jepang di tahun 1942, Baswedan tetap bergerak aktif untuk mendukung kemerdekaan Indonesia. Ia merasa tak terima dengan kebijakan pemerintah kolonial Jepang yang menempatkan imigran Hadramaut sebagai orang asing.

"Orang Indo-Tionghoa, Indo-Eropa dan Indo-Arab dianggap sebagai orang asing. Baik pria dan wanita, anak-anak harus mendaftarkan diri sebagai orang asing dan wajib meminta izin untuk setiap perjalanan atau pindah domisili," tulis Huub de Jonge dalam "Abdul Rahman Baswedan and the Emancipation of the Hadhramis in Indonesia" dalam Asian Journal of Social Science.

Kesal karena tindakan diskriminatif oleh pemerintah penjajah Jepang, AR Baswedan melawan kebijakan tersebut dan meminta anggota PAI untuk mengabaikan perintah Jepang tersebut.

Sebagai orang yang gigih memperjuangkan kesetaraan warga keturunan dengan warga asli Indonesia, Baswedan merasa kalau kebijakan Jepang itu jelas sangat diskriminatif dan melukai visi perjuangannya.

Akibat sikap kritisnya ini, ternyata perjuangan bawah tanah Baswedan diendus oleh penjajah Jepang, hingga akhirnya ia ditangkap oleh tentara Jepang, Kempeitai di Solo, Jawa Tengah di tahun 1942.

"Saat itu ia tinggal di Solo, berkat campur tangan Tuan Singgih, mantan pemimpin Partai Indonesia Raya (Parindra) yang bekerja untuk Jepang, Baswedan segera dibebaskan. Singgih bercerita jasa Baswedan dalam gerakan nasionalisme melawan Belanda kepada polisi militer Jepang," tulis Jonge.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: