Jika dijumlahkan utang Indonesia ke China adalah US $5,1025 miliar atau sekitar Rp76,54 triliun. Selain dari utang ke Cina, KCJB juga ditopang dari pinjaman ke sejumlah Bank BUMN dan dana APBN. Nilainya sekitar Rp.48 triliun.
“Dengan besaran tarif berkisar Rp250.000 dan target penumpang 30.000 per hari, jika target tersebut dipenuhi maksimal, maka hitungan kami butuh waktu lebih dari 100 tahun untuk balik modal. Mengingat biaya operasionalnya sendiri cukup besar,” beber Amin.
Baca Juga: Anggota DPR PKS Prihatin Tingkat Perceraian Makin Meningkat
Namun persoalannya, imbuhnya, dengan kondisi infrastruktur pendukung seperti teknologi persinyalan yang masih harus dibenahi, belum terintegrasinya KCJB dengan moda transportasi lain, akses menuju stasiun kereta cepat yang masih jadi persoalan, itu semua membuat sulit terpenuhinya target penumpang 30.000 orang per hari.
“Pada akhirnya banyak masyarakat akan lebih memilih untuk menggunakan moda transportasi lain, baik kereta regular Argo Parahyangan, Travel bus, ataupun kendaraan pribadi mengingat jarak Jakarta – Bandung yang tidak terlalu jauh,” jelas Amin.
Hal lain yang juga harus dijawab oleh pengelola KCJB, kata Amin, adalah soal keamanan. Isu keamanan penumpang ini sangat penting agar masyarakat memilih moda ini.
“Jika Pembangunan infrastruktur direncanakan dengan baik sebelumnya, semestinya pemerintah terlebih dahulu mengembangkan Transit Oriented Development (TOD) di kawasan di lokasi di mana stasiun kereta cepat akan dibangun,” pungkasnya.
Baca Juga: Pekerja Dapat Bergembira, DPR: Tak Ada Alasan untuk Menolak Kenaikan UMP
Selain itu, ada kebutuhan tinggi yang seharusnya bisa dipenuhi kereta cepat sehingga menjadi pilihan penting masyarakat, misalnya kereta cepat bisa mengantarkan orang ke Bandara dengan lebih cepat dan aman.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement