Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dibongkar Tantri, Ini Benang Merah Sulitnya Usaha Kuliner Lakukan Digitalitasi

Dibongkar Tantri, Ini Benang Merah Sulitnya Usaha Kuliner Lakukan Digitalitasi Kredit Foto: Tantri
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT. Sasana Solusi Digital melalui Tantri menemukan fakta menarik terkait dengan masih enggannya pelaku usaha di Indonesia untuk melakukan digitalisasi dalam bisnis mereka, khususnya yang bergerak dalam bidang kuliner atau F&B (Food and Beverage).

Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyebutkan, 68% pelaku usaha dari total 64 juta UMKM Indonesia belum melaksanakan transformasi digital. Hal tersebut menjadi alasan tim di balik Aplikasi Kasir Tantri untuk bergerak melakukan observasi langsung terkait faktor yang membuat pelaku usaha lokal belum melakukan transformasi digital.

Baca Juga: Sate Buntel Pak Haji Bejo Solo: Menjaja Kuliner Nusantara di Festival Jajanan Bango 2023

Pihaknya telah melakukan survei menyeluruh terhadap ±500 Bisnis F&B, termasuk kafe dan restoran di Bandung. Survei ini dilaksanakan selama 2 kuartal (Q1–Q2) tahun 2023, dengan tujuan mengungkapkan alasan di balik keengganan dan kendala yang dihadapi dalam menerapkan teknologi kasir digital sebagai bagian dari transformasi.

Hasil riset mengungkapkan Para pelaku bisnis, khususnya dalam industri F&B tidaklah mengabaikan peluang transformasi digital, namun mereka memiliki pertimbangan kritis sebelum terlibat dalam inisiatif tersebut. Dari data yang terkumpul, Tantri mengidentifikasi 4 kategori alasan utama, rincian lebih lanjut dapat ditemukan dalam penjelasan berikut ini:

Mindset: 7,46% Pelaku Bisnis Menahan Diri Berdasarkan Pandangan yang Mereka Yakini

Dalam studi terbaru yang melibatkan pelaku bisnis F&B, sebanyak 7,46% pelaku bisnis mengungkapkan bahwa faktor mindset atau persepsi mempengaruhi keputusan mereka untuk belum menggunakan aplikasi kasir. Hal ini menunjukkan bagaimana pandangan mereka terhadap transformasi bisnis sebagai solusi terhadap tantangan yang dihadapi.

Penelitian juga memperlihatkan bahwa pada masa kini, masih ada sebagian yang belum memandang aplikasi kasir sebagai solusi mendesak. Perspektif ini mengindikasikan bahwa mayoritas pelaku bisnis masih memilih operasional konvensional sebagai pilihan utama mereka. Hal tersebut didukung oleh hasil riset yang didapatkan, bahwa:

  • 5,22% bisnis F&B telah bekerja sama dengan para penyedia teknologi F&B dan mencoba berdamai dengan segala “Keterbatasan” yang ada.
  • 0,93% pelaku bisnis masih memandang perkembangan teknologi “Belum Terlalu Penting” untuk saat ini. Ada yang sedari awal masih mengandalkan sistem manual, maupun yang di tengah jalan kembali ke manual.
  • 0,75% merchant merasa lebih puas akan sistem teknologi F&B yang mereka “Kembangkan Sendiri”, atau dengan kata lain sistem yang hanya sesuai dengan gambaran pribadi. Misalnya, Microsoft Excell untuk pendataan atau inventory, lalu Linktree atau Pdf untuk membuat menu digital.
  • 0,56% merchant masih “Meragukan” peranan teknologi F&B dalam bisnisnya. Sebab, mereka pernah dihampiri beberapa masalah teknis, mulai dari kendala jaringan atau kecepatan akses data, setting user, invoicegagal cetak atau doubleprint, missedorder, hingga error pada sistem.

Berdasarkan poin di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar merchant mencoba berdamai dengan keadaan dan menerapkan teknologi F&B, terlepas dari kualitas dan efisiensi sistem yang digunakan.

Sisanya, ada yang menganggap sistem belum terlalu penting dan diragukan, sehingga bergaya manual. Ada pula yang strateginya menggunakan sistem yang dibuat sendiri.

Customer Centric: 5,41% Bisnis F&B Mempertimbangkan Persepsi Pelanggannya

Dalam konteks ini, Customer Centricity mengacu pada upaya pelaku bisnis F&B untuk memahami dan merespons berbagai tanggapan dari pelanggan terhadap kafe atau restoran mereka, baik itu positif maupun negatif, terkait dengan implementasi transformasi digital.

Sebanyak 5,41% dari pelaku bisnis kuliner menunjukkan pertimbangan yang berbeda ketika memutuskan untuk mengadopsi aplikasi kasir. Mereka melakukan evaluasi lebih mendalam terhadap "Dampak" yang akan dirasakan oleh pelanggan, apakah mereka akan merasa terbantu atau sebaliknya. Dengan pendekatan yang lebih cermat terhadap kebutuhan dan preferensi pelanggan, pelaku bisnis berharap mempertahankan hubungan yang kuat dan positif dengan basis pelanggan mereka.

Adapun sekitar 3,92% merchant yang cenderung untuk “Tetap Mempertahankan Interaksi Langsung” dengan parapelanggannyatanpa bantuan teknologi F&B. Alasannya, untuk mempertahankan citra atau branding. Misal, sejak awal sebuah merchant mengusung konsep vintage atau klasik, sehingga mereka berpikir konsep digital dirasa tidak cocok diusung ke dalam kafe atau restoran.

Lalu, 0,93% merchant juga mempertimbangkan apakah ada “Biaya Tambahan oleh Pelanggan” yang dianggap sebagai beban yang dapat memberatkan mereka.

Sementara 0,56% atau sisanya mempertanyakan tentang bagaimana nantinya agar pelanggan “Bisa Tetap Loyal” setelah teknologi F&B ini diterapkan. Persamaan antara poin 2 dan 3 ada pada pertimbangan customer experience, yang bisa menjadi faktor retensi pelanggan untuk kembali lagi.

Sebagian besar merchant masih percaya bahwa kedekatan dengan pelanggan masih bisa didapatkan dengan interaksi langsung atau manual, diikuti dengan pertimbangan cost.

Decision Making Process: 40,86% Mengalami Hambatan dalam Proses Pengambilan Keputusan

Sebanyak 40,86% dari pelaku bisnis masih mempertimbangkan apakah menerapkan transformasi digital adalah langkah yang tepat. Kondisi ini tidak hanya menyulitkan mereka dalam mengambil keputusan, tetapi juga memperlambat proses digitalisasi. Berikut adalah beberapa pertimbangan yang mereka sampaikan:

  • 22,2% mayoritas menunjukkan bahwa para pengambil keputusan di bisnis F&B “Belum Sepenuhnya Teredukasi” terkait teknologi F&B, baik dari pihak bisnis itu sendiri ataupun dari penyedia teknologi.
  • 15,67% provider atau developer masih “Belum Bertemu dengan Decision Makerbisnis F&B (Owner, Manager, atau Supervisor) untuk membahas lebih lanjut perihal kemudahan yang ditawarkannya.
  • 2,99% merchant menyatakan tertarik dengan inovasi yang dibawakan, namun masih diliputi keraguan sehingga “Belum Dapat Memberikan Jawaban Pasti”.

Alasan yang melatar belakangi poin-poin di atas, mengemukakan kondisi di mana para karyawan sebenarnya mulai merasa kewalahan dengan sistem operasional manual dan tertarik mencoba sistem yang terotomatisasi.

Namun di sisi lain, semuanya bergantung pada pengambilan keputusan para stakeholder terkait. Ada kondisi di mana karyawan masih belum bisa menemui pihak decision maker untuk berdiskusi.

Atau bahkan sudah di tahap berdiskusi namun belum dapat memberikan keputusan. Baik karena merasa rumit untuk beralih aplikasi atau melakukan instalasi.

Advanced Features: 46,27% Bisnis Mendambakan Fitur-Fitur Unggulan

Data menunjukkan 46,27% pelaku bisnis F&B masih enggan untuk sepenuhnya beralih dari sistem konvensional ke digital. Hal ini dilandaskan pada kebutuhan mereka yang beragam. Sehingga muncul pertanyaan di benak mereka, "Bagaimana teknologi digital bisnis dapat memberikan bantuan yang memadai?"

Para pelaku bisnis F&B menginginkan fungsi sistem komprehensif, yang dapat mendukung efektivitas dan efisiensi operasional kerja. Mereka menginginkan sistem multifungsi yang terintegrasi antara; Business Management (Kebutuhan Internal Bisnis) dengan Reporting, Laporan Order, dan Shift Pegawai. Lalu Order Management (Antara Bisnis dengan Pelanggan) dengan Open bills, Integrasi Sistem Layanan.

Sebesar 44,96% Advanced Features, tergolong ke dalam kategori "Business Management" atau kebutuhan internal bisnis, yang diantaranya adalah:

  • Fitur pergantian “Shift Pegawai” bisnis (0,37%)
  • Fitur “Purchase Order” baik antara cabang maupun pusat (0,56%)
  • Fitur “Laporan Keuangan Bisnis” yang mudah dipahami (2,80%)
  • Fitur “Inventory Management” untuk pengelolaan stok (13,62%)
  • Fitur “Account Level Management” berdasarkan tingkatannya (27,61%)

Sementara 1,31% Advanced Features yang tergolong Order Management atau kebutuhan antara bisnis dengan pelanggan, meliputi fitur seperti berikut:

  • Fitur “Integrasi dengan Sistem Sebelumnya” yang pernah diterapkan bisnis, sehingga pencatatan bisa dilanjutkan dan tidak mengulang dari awal (0,19%)
  • Fitur “Integrasi dengan Layanan Pesan-Antar” seperti Shopee Food, Grab Food, Go Food, dan lain-lain. Sehingga kebermanfaatan sistem dirasa lebih luas dan menguntungkan kedua pihak, yaitu memudahkan customer dan menguntungkan bagi penjual (0,37%)
  • Fitur “Open Bills” yang dapat memberikan keleluasaan bagi pelanggan dan juga bisnis (0,75%)

Intipoin-poinyangberkaitandenganadvancedfeaturesdiatas,sebagian besar merchant mendambakan upgrade fitur internal yang berkaitan dengan operasional kerja, karyawan, pengelolaan bahan, dan lain-lain.

Sedangkan sebagian kecilnya lagi, mereka menginginkan upgrade fitur yang berhubungan dengan pelanggan atau pihak eksternal, yaitu lebih mengacu pada manajemen pemesanan.

Studi tentang Pandangan Digitalisasi dalam Bisnis F&B

Tim Tantri menyebutkan, revolusi digital membawa banyak manfaat untuk bisnis F&B. Tak hanya membuat performa dalam industri menjadi jauh lebih baik, tetapi juga menyokong peningkatan profitabilitas yang ideal.

Hal ini telah dibuktikan oleh sejumlah penelitian lainnya, misalnya studi oleh QSR Magazine mengungkapkan bahwa, restoran mengalami kenaikan pemesanan (increase order) hingga >30%, setelah menggunakan menu digital dan aplikasi pemesanan (order management).

Namun tim Tantri menyebutkan, tantangan yang dihadapi oleh pelaku bisnis F&B, terutama yang baru mempertimbangkan atau baru berniat untuk menerapkan transformasi digital, ternyata sangat kompleks.

Kompleksitas ini tergambar dari beragam faktor yang harus dipertimbangkan, termasuk mengenai preferensi pelaku bisnis, pertimbangan ke arah persepsi pelanggan, hambatan dalam proses pengambilan keputusan, serta ekspektasi terhadap fitur-fitur unggulan.

Baca Juga: Heinz Ajak Indonesia Eksplorasi Cita Rasa Kuliner Dunia

Meskipun telah ada banyak informasi yang menunjukkan bahwa penerapan digitalisasi dalam bisnis dapat menghasilkan peningkatan profitabilitas, penghematan biaya, dan mendukung efisiensi operasional karyawan, namun proses pengadopsian tetaplah sebuah tantangan yang memerlukan strategi dan perencanaan matang.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: