Bank Indonesia (BI) menyatakan selalu berada di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah terhadap mata uang negara utama seperti dolar AS. Untuk menjaga stabilisasi Rupiah, bank sentral melakukan intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Selain melakukan intervensi, BI juga mempercepat upaya pendalaman pasar uang Rupiah dan pasar valuta asing, termasuk optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan penerbitan instrumen-instrumen lain seperti Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) sebagai instrumen moneter yang pro-market.
Direktur Departemen Pengelolaan Moneter BI, Ramdan Denny Prakoso mengatakan, setidaknya ada 3 faktor yang membentuk atau berhubungan dengan nilai tukar Rupiah. Baca Juga: Merah Membara, Nilai Tukar Rupiah Hari Ini Jadi Rp15.702 per Dolar AS
Adapun berdasarkan kurs Jisdor BI, pada Jumat (10/11/2023), Rupiah ditutup pada level (bid) Rp15.693 per dolar AS. Posisi itu jauh lebih rendah bila dibandingkan pada Rabu (1/11/2023) yang sempat menyentuh level Rp15.946 per dolar AS.
"Pertama, bagaimana suku bunga the Fed ke depan dan apa komentar-komentar anggota dewan gubernurnya the Fed. Kalau cenderung hawkish itu alamat indeks dolarnya menguat," ujarnya saat diskusi media di Waisai, Raja Ampat, Papua Barat, akhir pekan kemarin.
Kedua, lanjutnya, kita mesti familiar dengan indeks dolar (DXY). Disitu kita dapat membandingkan dolar AS dengan beberapa mata uang utama seperti euro, Yen, dan lain-lain. "Kalau indeks dolarnya menguat hampir dipastikan nilai tukar negara lainnya (emerging market) melemah," pungkasnya.
Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah Yield US Treasury 10 tahun karena itu akan mempengaruhi indeks dolar dan investor asing dalam mengambil posisinya. "Jadi waktu Rupiah hampir mendekati Rp16 ribu per dolar AS itu Yield US Treasury 5,071%. Ini yang menyebabkan pada periode itu, semua mata uang melemah terhadap dolar karena investor asingnya jual SBN kalau di kita dan mereka beli dolar AS," jelasnya.
Dan yang terakhir adalah fundamental perekonomian domestik seperti pertumbuhan ekonomi, laju inflasi dan neraca perdagangan. "Kami selalu yakin pentingnya fundamental ekonomi yang kuat. Ini paling tidak bekal utama bagaimana mengelola nilai tukar Rupiah," paparnya.
Tak ketinggalan, BI juga terus berinovasi mengeluarkan instrumen-instrumen baru guna menjaga supply and demand dolar AS dan memancing dana investor asing masuk ke Indonesia. Baca Juga: Jangan Melemah, Pemerintah Jokowi Diminta Serius Awasi Kekuatan Rupiah
"BI tak pernah diam selalu berinovasi munculkan inovasi baru hadapi kondisi yang under preasure. kita perlu instrumen-instrumen yang bisa menarik inflow dan mengembangkan pasar uang kita. Di November ini BI akan meluncurkan Sekuritas Valas BI (SVBI) dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI). Tujuannya sama yaitu untuk meng-attrack inflow dan nilai tukar kita," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait:
Advertisement