Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo mengaku pernah diperintah Presiden Jokowi untuk menghentikan kasus e-KTP yang menjerat, mantan Ketua DPR Setya Novanto.
Menanggapi hal itu, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa (KM) Universitas Gadjah Mada (UGM) Gielbran Muhammad Noor menilai dugaan intervensi terhadap KPK merupakan penyelewengan kekuasaan.
Tak hanya itu, ia menilai Jokowi tidak mempunyai semangat memberantas korupsi, sebagaimana janjinya dulu.
Apalagi, banyak pembantu Presiden Jokowi dalam Kabinet Indonesia Maju yang justru tersandung kasus korupsi.
Dari Edhy Prabowo, Juliari Batubara, Edward Omar Sharif Hiariej, Johnny Gerard Plate, sampai Syahrul Yasin Limpo (SYL). Bahkan, di era kepemimpinan Presiden Jokowi, Ketua KPK, Firli Bahuri juga terseret kasus pemerasan terhadap SYL.
"Belum lagi ada erat-erat kelindannya antara Firli Bahuri dengan Irjen Karyoto, Kapolda Metro Jaya, saya rasa itu menjadi, menjadikan Indonesia tidak memiliki prestasi apapun perihal pemberantasan korupsi,” ujar Gielbran dalam keterangan resmi, Senin (4/12/2023).
Gielbran mengutip indeks persepsi korupsi (IPK) dari tahun 2012 hingga 2022, Indonesia hanya naik sekitar dua poin saja.
Dari awalnya 32 poin di tahun 2012, menjadi 34 poin pada 2022. Dampaknya, Indonesia menempati peringkat 110 dari 180 negara yang ikut survei tersebut.
Menurut Gielbran, kinerja KPK di bawah Firli Bahuri sudah mampu merefleksikan tidak adanya satupun prestasi pemberantasan korupsi yang bisa dibanggakan pada masa kepemimpinan Presiden Jokowi.
"Apalagi Presiden Jokowi dan pihak Istana terlibat cawe-cawe dalam upaya pelemahan KPK," tambahnya.
Di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi, lanjutnya, KPK tidak lagi menjadi lembaga independen. Pimpinan KPK diubah menjadi pejabat negara setingkat menteri yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. Sedangkan pegawai KPK diubah menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Jika ditelusuri lebih lanjut, kasus e-KTP terjadi pada 2017. Kala itu, KPK masih merupakan lembaga independen dan Presiden Jokowi berani melakukan cawe-cawe.
Ia menganggap intervensi itu sebagai wujud tidak berintegritasnya kepemimpinan Presiden Jokowi dalam konteks pemberantasan korupsi.
"Melihat kondisi tersebut, saya selaku ketua BEM KM UGM, yang mana merupakan satu almamater dengan Pak Jokowi, saya rasa ini waktu yang tepat untuk menobatkan Pak Jokowi sebagai alumni UGM paling memalukan karena beliau seharusnya memiliki kuasa untuk memberantas korupsi, justru ironis ketika beliau mengintervensi dan memperlambat kasus korupsi, menghentikan kasus korupsi,” tutur Gielbran.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Advertisement