Direktur Pinjaman dan Hibah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Dian Lestari menyatakan pinjaman yang diterima pemerintah, baik dari dalam maupun luar negeri, telah memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat.
"Kita selalu pastikan bahwa pinjaman itu memberikan manfaat bagi Indonesia, sehingga pembiayaannya dari pinjaman itu mendorong produktivitas atau memberikan multiplier effect yang manfaat ekonominya melebihi cost yang dikeluarkan," katanya.
Ia mencontohkan beberapa proyek yang dibiayai dari pinjaman, dan telah memberikan dampak luas bagi masyarakat, di antaranya, pembangunan jalan tol Cisumdawu, jalan tol Medan-Kualanamu, jalan tol Solo-Kertosono, pembangunan Pelabuhan Patimban, MRT Jakarta, PLTA Asahan III, RSAU Sutomo Pontianak, dan Pamsimas II.
"Sebagai contoh, pembangunan jalan tol itu dapat memperkuat konektivitas antar daerah sehingga akan mempercepat jalur distribusi. Hal ini akan merangsang pertumbuhan perekonomian di daerah-daerah sekitarnya," jelasnya.
Baca Juga: Kementerian Keuangan Membekali Praktisi SW Indonesia
Pinjaman dibutuhkan, menurut Dian, karena pemerintah tengah menerapkan APBN yang ekspansif untuk meniti jalan menuju negara maju. Sehingga ada ruang defisit yang harus ditutup melalui strategi pembiayaan. Saat ini terdapat dua skema yang digunakan, yaitu melalui Surat Berharga Negara (SBN) dan Pinjaman.
Berdasarkan data Kemenkeu per 31 Oktober 2023, posisi utang Indonesia mencapai Rp7.950,52 triliun, atau setara 37,68 persen dari GDP. Ini jauh di bawah batas rasio utang yang diperbolehkan UU No. 1/2003, yaitu 60% dari PDB. Utang kita juga telah turun bila dibanding posisi Desember 2022 yang mencapai 39,70%.
Dari total utang tersebut, SBN menempati urutan pertama sebanyak 89 persen, lalu Pinjaman 11 persen.
"Karenanya, pinjaman pemerintah bisa dikatakan cukup aman dan terkendali," kata Dian Lestari.
Kemenkeu sendiri menerapkan standard yang ketat untuk setiap pinjaman, terutama pinjaman dari luar negeri. Untuk hal ini, perlu dibedakan ada dua jenis pinjaman luar negeri, yaitu pinjaman tunai dan pinjaman kegiatan.
Baca Juga: Kementerian Keuangan Ungkap Terfragmentasinya Ekonomi Global
"Untuk pinjaman tunai, kami selalu mengutamakan sumber dari pemberi pinjaman bilateral atau multilateral, memperhatikan tingkat bunga dan masa tenornya," terangnya.
Kemudian untuk pinjaman kegiatan, lanjut Dian, pihaknya selalu mempertimbangkan aspek perencanaan, kualitas penganggaran, monitoring, dan evaluasi, serta tingkat bunga dari pemberi pinjaman.
Pihaknya juga menerapkan kriteria layak untuk mempertimbangkan manfaat dari setiap pinjaman proyek, seperti output yang baik, teknologi terkini, persiapan matang, kontrak yang multiyears, dan pengawasan yang ketat.
"Sehingga, pembiayaan melalui pinjaman luar negeri dimanfaatkan secara optimal untuk kegiatan prioritas yang memberikan multiplier effect dan memerlukan transfer teknologi, berjangka panjang, dan belum dapat dipenuhi dari sumber-sumber dari dalam negeri dengan tetap mempertimbangkan biaya yang favorable," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement