Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pertemuan Kaesang, PSI, dan Panglima Jilah: Kolaborasi untuk Pelestarian Budaya dan Lingkungan

Oleh: Rika, Humas LSM Opa Al Mawar (Organisasi Pecinta Alam Al Mawadah Warahmah) Cilisung Bogor

Pertemuan Kaesang, PSI, dan Panglima Jilah: Kolaborasi untuk Pelestarian Budaya dan Lingkungan Kredit Foto: Antara/Siswowidodo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Masyarakat adat memiliki hubungan mendalam dengan tanah mereka, bukan hanya sebagai sumber kehidupan fisik tetapi juga spiritual dan budaya. Hak-hak masyarakat adat atas tanah ulayat mereka sering kali terancam oleh berbagai kepentingan, seperti eksploitasi sumber daya alam, pembangunan infrastruktur, dan urbanisasi. Melindungi hak-hak mereka adalah kunci untuk melestarikan warisan budaya yang kaya.

Menurut teori hukum dan sosial, legitimasi hak masyarakat adat atas tanah ulayat mereka didasarkan pada pengetahuan turun-temurun, praktek tradisional, serta keterlibatan dalam pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. David Korten, dalam bukunya The Great Turning: From Empire to Earth Community, menyoroti pentingnya pengakuan terhadap kearifan lokal masyarakat adat dalam menjaga keseimbangan alam dan keberlanjutan. 

Baca Juga: Komitmen Peduli Lingkungan; Grace Natalie, Kaesang dan PSI Pimpin Gerakan Sampah Jadi Emas

International Labour Organization (ILO) Convention No. 169 “concerning Indigenous and Tribal Peoples in Independent Countries”, sebuah instrumen internasional yang melindungi hak-hak masyarakat adat, telah menegaskan pentingnya pengakuan, penghormatan, dan perlindungan terhadap adat mereka, termasuk hak atas tanah ulayat. 

Namun, implementasinya sering kali kompleks di tingkat nasional karena perbedaan interpretasi hukum. Pembangunan infrastruktur modern sering kali bertentangan dengan hak-hak masyarakat adat. Contohnya adalah proyek-proyek pembangunan yang memaksa penggusuran, merusak lingkungan, dan menghancurkan warisan budaya yang berharga. Ini dapat memicu konflik sosial yang merusak stabilitas masyarakat.

Pemerintah memiliki peran penting dalam mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat. Melalui konsultasi yang mendalam dan partisipatif, kebijakan yang memperkuat kedudukan hukum masyarakat adat dapat dibangun. Pendekatan ini telah dicontohkan oleh beberapa negara seperti Brazil dengan kebijakan demarkasi tanah adat. 

Pertahanan budaya dan adat nasional melalui legitimasi hak-hak masyarakat adat atas tanah ulayat adalah esensial dalam memelihara keanekaragaman budaya dan lingkungan. Dengan perlindungan hukum yang kuat, keterlibatan pemerintah, dan partisipasi masyarakat, harapan untuk menjaga keberlanjutan dan keharmonisan antara manusia dan lingkungannya menjadi lebih memungkinkan.

Pertemuan antara Kaesang, PSI, dan Panglima Jilah, tokoh masyarakat adat Dayak Kalimantan, adalah langkah penting dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat atas tanah ulayat dan ekosistem lingkungan yang mereka kelola secara turun-temurun. 

Dalam diskusi tersebut, Kaesang mungkin membawa perspektif politik yang berorientasi pada keberlanjutan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat. Dukungan dari PSI, yang memiliki visi progresif, dapat menjadi kekuatan dalam membawa isu-isu lingkungan dan keadilan sosial ke ranah politik yang lebih luas.

Di sisi lain, kehadiran Panglima Jilah memberikan wawasan mendalam tentang kearifan lokal, pentingnya menjaga ekosistem tradisional, serta tantangan yang dihadapi oleh masyarakat adat dalam mempertahankan hak-hak mereka terhadap tanah ulayat. 

Dalam perbincangan mereka, mungkin terjadi pertukaran gagasan tentang strategi perlindungan hukum bagi masyarakat adat, upaya kolaboratif antara pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan lembaga politik untuk menguatkan keberadaan hukum yang mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat.

Kolaborasi ini diharapkan mampu menciptakan kesepahaman yang lebih luas tentang pentingnya pelestarian tanah ulayat bagi keberlanjutan lingkungan dan kehidupan budaya. Melalui pemahaman yang lebih dalam akan kebutuhan dan hak-hak masyarakat adat, diharapkan akan lahir langkah-langkah konkret dalam menghadapi tantangan eksploitasi sumber daya alam yang merugikan ekosistem lokal. 

Baca Juga: Ribut Perebutan Juara Debat Capres, Anies Baswedan: Yang Saya Percaya...

Pertemuan seperti ini menjadi langkah awal dalam membentuk koalisi yang kuat untuk advokasi hak-hak masyarakat adat, mengangkat suara mereka dalam ranah politik, serta memperjuangkan perlindungan lingkungan hidup secara berkelanjutan. Semoga kolaborasi ini menjadi tonggak penting dalam menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat adat serta ekosistem lingkungan yang mereka jaga.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: