PT BNI Sekuritas (BNI Sekuritas) menyatakan bahwa 2023 telah membawa tantangan besar bagi pasar keuangan global, dimana dunia harus beradaptasi dengan kehidupan pasca pandemi Covid-19. Seiring perubahan yang terjadi, tahun 2023 dianggap menjadi awal dari penyesuaian diri terhadap kondisi yang baru. Sedangkan, tahun 2024 dianggap sebagai tahun normalisasi.
SEVP Research BNI Sekuritas Erwan Teguh mengungkapkan bahwa pada tahun 2023, gejolak ekonomi diwarnai oleh ketidakpastian. Stimulus ekonomi dari era pandemi mendorong pergerakan di pasar investasi, namun ketakutan akan resesi menjadi fokus bersama, terutama terkait kebijakan suku bunga AS yang menurun di tengah risiko inflasi yang begitu mengkhawatirkan.
Erwan menambahkan bahwa pada bulan Maret 2023 fluktuasi risiko terlihat pada bank-bank kelas menengah AS, yang menambah kekhawatiran pasar. China juga mengalami kesulitan dalam pemulihan ekonominya meskipun telah membuka kembali perekonomian lebih awal dari yang diperkirakan.
“Namun, pada paruh kedua tahun 2023, sentimen mulai membaik dengan harapan pasar beralih dari stagflasi ke narasi "soft landing", meskipun kemudian terdapat kekhawatiran bahwa suku bunga kemungkinan akan berada di level yg tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama,” ujarnya, dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis (21/12/2023).
Baca Juga: IHSG Masih Berpotensi Menguat, Saham Blue Chip Masih Jadi Incaran Saat Window Dressing
Sementara itu, Indonesia juga menghadapi tantangan serupa dalam beradaptasi dengan lingkungan pasca pandemi. Penurunan tajam dalam harga komoditas utama dan lonjakan harga beras menjadi penghambat utama, yang memaksa bank sentral untuk meningkatkan suku bunga pada Oktober 2023 secara tak terduga. Namun, pada November 2023, Bank Indonesia menghentikan kenaikan suku bunga karena stabilnya nilai tukar Rupiah yang menguat sekitar 2,5% secara bulanan.
Memasuki tahun 2024, optimisme pasar akan kembali naik. Kekhawatiran terhadap inflasi dan resesi mulai mereda, dengan proyeksi pertumbuhan yang diharapkan akan kembali normal seiring dengan tren sebelum pandemi.
“China tetap menjadi perhatian khusus dengan banyaknya konsensus yang pesimis terkait risiko sektor properti, tantangan demografis, dan restrukturisasi rantai pasokan global. Meskipun demikian, hubungan AS-China mungkin telah mencapai titik terendahnya, dan risiko tinggi geopolitik tercermin dalam konflik Israel-Gaza yang berpotensi meluas,” ungkap Erwan.
Baca Juga: Kolaborasi Grant Thornton dan BEI: Ciptakan Peluang Besar untuk Pertumbuhan Bisnis di Era Digital
Pertumbuhan PDB Indonesia juga diperkirakan kembali ke normalisasi sekitar 5%, dengan risiko inflasi yang mungkin meningkat karena fenomena cuaca El-Nino. Namun, Tim makroekonomi kami memperkirakan Bank Indonesia akan melakukan pemotongan suku bunga sebesar 50 bps pada akhir 2024 sebagai langkah dalam mendukung pertumbuhan. Proyeksi pertumbuhan agregat laba bersih diperkirakan sebesar 8%/11% pada FY24F, didorong oleh sektor konsumen dan keuangan, dengan risiko penurunan masih berasal dari perusahaan komoditas.
Di sisi lain, BNI Sekuritas menilai bahwa IHSG akan hijau di tengah gejolak politik Indonesia mengingat akan terjadinya pesta demokrasi pada Februari 2024. Selama ini dampak politik dan pemilu Indonesia memberikan hasil positif, sehingga pasar dipercaya juga akan positif tapi penuh kehati-hatian. Di samping itu, fondasi yang kokoh dalam struktur negara serta dorongan global yang kuat menuju energi terbarukan dan kendaraan listrik telah mengakibatkan banyak perusahaan yang berfokus pada tema tersebut mencari pendanaan dengan tepat waktu.
"Harapan akan pemulihan dalam konsumsi dan dorongan investasi, bersama dengan pandangan bahwa pendapatan per kapita negara telah melampaui US$5k juga telah meningkatkan prospek pertumbuhan secara keseluruhan. Oleh karena itu, BNI Sekuritas percaya bahwa kegiatan seperti IPO dan upaya penggalangan dana lainnya akan terus berlangsung dengan semangat tinggi pada tahun 2024," ucap Erwan.
BNI Sekuritas memperkirakan potensi penurunan JCI (Indeks Harga Saham Gabungan) pada angka 6600, sementara potensi kenaikan bisa mencapai 8400. Hal ini terutama bergantung pada dua hasil keputusan dari Federal Reserve (Fed) terkait suku bunga. Pertama, tidak ada penurunan suku bunga, dan kedua, terjadi penurunan suku bunga yang berhasil mencegah terjadinya resesi di Amerika Serikat.
“Tahun 2024 akan menjadi tahun normalisasi di mana pasar keuangan global bergerak menuju stabilitas setelah masa penyesuaian yang intensif. Meskipun tantangan tetap ada, peluang untuk posisi investasi yang cerdas dan strategis masih tersedia. Kunci utamanya adalah fleksibilitas dan reaksi terhadap perubahan dinamika pasar yang terus berubah,” tutup Erwan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement