Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Soal Ordal Warnai Pengadaan Alutsista, Korupsi dan Nepotisme Diungkit Jubir AMIN

Soal Ordal Warnai Pengadaan Alutsista, Korupsi dan Nepotisme Diungkit Jubir AMIN Kredit Foto: Antara/Didik Suhartono
Warta Ekonomi, Jakarta -

Juru Bicara Timnas Anies Baswedan dan Cawapres Gus Muhaimin Iskandar (AMIN) Reiza Patters buka suara terkait dengan pernyataan tegas dari Anies Baswedan. Ini terkait dengan keterlibatan orang dalam alias 'ordal' Prabowo Subianto di PT Teknologi Militer Indonesia (TMI).

"Tapi dalam kenyataannya Pak, ketika bapak memimpin di Kementerian Pertahanan banyak orang dalam dalam pengadaan alutsista. PT Teknologi Militer Indonesia (PT TMI), Indonesia Defense Security. Lalu orang dalam, dalam pengelolaan food estate," ungkap Anies.

Baca Juga: Debat Pertahanan-Keamanan dan Politik Luar Negeri Indonesia: Anies-Ganjar Mempersiapkan Diri dengan Baik, Prabowo Tidak Sinkron

Terkait hal tersebut, mantan menteri pendidikan tersebut menilai bahwa adanya keterlibatan orang dalam adalah perbuatan yang tidak pantas secara etika, norma, maupun komitmen pemerintah untuk memberantas korupsi dan nepotisme. 

“Praktik orang dalam atau ordal pada pengadaan alutsista TNI dan Polri adalah hal yang tidak pantas secara etika, norma, maupun komitmen pemerintah Indonesia untuk memberantas korupsi dan nepotisme. Kita ingat, semangat reformasi di tahun 1998, rezim Soeharto saat itu ditumbangkan oleh rakyat dan mahasiswa karena praktik koruptif dan nepotismenya yang berlebihan akhirnya meruntuhkan sendi-sendi perekonomian Indonesia saat itu,” ujar Reiza Patters, Selasa (9/1).   

PT Teknologi Militer Indonesia (TMI), ujar Reiza, pernah menjadi sorotan karena disebut terkait dengan tersebarnya dokumen Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia Tahun 2020-2024.

“Kita tahu bahwa procurement atau pengadaan barang dan jasa apapun di tubuh pemerintahan yang melibatkan orang dalam itu pasti terjadi inefisiensi proses bisnis di dalamnya. Rawan terjadi markup, pemilihan produk yang tidak berkualitas, tidak sesuai kebutuhan, karena ada conflict of interest atau konflik kepentingan di dalamnya. Padahal, dana untuk pengadaannya dibayar dengan uang pajak rakyat yang berharap negara ini maju, adil, dan makmur untuk semua. Rakyat ingin setiap rupiah uang pajak mereka digunakan dengan sebaik-baiknya,” tandasnya.

Terlebih kalau pengadaannya adalah alutsista, potensi problemnya, papar Reiza, menjadi lebih jauh lagi.

“Kalau procurement atau pengadaannya dengan ordal itu adalah alutsista, maka kompleksitas dan risikonya menjadi lebih tinggi. Alutsista yang dibeli bisa tidak semestinya yang berarti tidak efektif dan efisien bagi kebutuhan atau spefisikasi sistem pertahanan dan keamanan Indonesia,” ujarnya.

Baca Juga: PKS Beri Pujian untuk Anies Baswedan yang Tegas Kritik Kegagalan Food Estate: 'Hanya Menguntungkan Kroni'

“Jika itu alutsista bekas misalnya, juga rawan terjadi kecelakaan yang kerapkali terjadi belakangan. Hal itu jelas membahayakan nyawa TNI, Polri penggunanya serta masyarakat secara umum. Kalau kita lihat prinsip audit perangkat di manapun kan, keselamatan pengguna dan masyarakat itu yang terutama, baru menyelamatkan atau memulihkan (recovery) perangkatnya itu sendiri kan,” pungkas dia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: