Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pelaku UMKM Akui Fintech Memudahkan Akses Permodalan

Pelaku UMKM Akui Fintech Memudahkan Akses Permodalan Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Manfaat pendanaan dari platform Fintech Peer-to-Peer (P2P) Lending semakin banyak dirasakan para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), khususnya mereka yang belum tersentuh layanan keuangan dari perbankan. Berkat proses digitalisasi yang dihadirkan, Fintech P2P Lending menjadi solusi bagi UMKM dalam mendapatkan permodalan dengan mudah, cepat dan nyaman.

Hal ini diakui oleh Linda Sintiya, Pemilik Toko Pondok Grosir. Linda mengaku bahwa usaha grosir sembako miliknya banyak terbantu pendanaan dari platform Fintech P2P Lending, yakni Pinjam Modal. Selama 1 tahun terakhir menggunakan Pinjam Modal, Ia merasa nyaman dengan pelayanan yang diberikan dan juga kemudahan serta kecepatan proses pencairan yang kurang dari 24 jam. Secara total, Toko Pondok Grosir telah mendapatkan pendanaan sebesar Rp 6 miliar dari Pinjam Modal.

“Awalnya saya hanya berjualan minyak curah yang dikemas sendiri di rumah. Sedikit-sedikit berkembang dan akhirnya bisa punya toko yang menyediakan berbagai kebutuhan pokok rumah tangga. Dari situlah mulai kenal dengan tim sales dari Pinjam Modal yang datang ke grosir untuk menawarkan pinjaman. Saat itu plafon pertamanya Rp 300 juta, kemudian naik jadi Rp 500 juta dan sekarang bisa pinjam Rp 750 juta. Syarat-syaratnya mudah, apalagi sekarang tinggal ajukan di aplikasi, kendala juga tidak pernah ada sama sekali,” katanya di Jakarta, akhir pekan ini. Baca Juga: Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Membuka Jalan Keberlanjutan Sosial di Malang Melalui Inisiatif CSR

Linda menambahkan, pendanaan yang diberikan Pinjam Modal sangat membantunya untuk mengembangkan usaha dengan menambah stok barang lebih banyak, terlebih ketika permintaan sedang meningkat. Kini omset usaha Toko Pondok Grosir bisa mencapai Rp 4-5 juta dalam sehari dari yang sebelumnya hanya kisaran Rp 1 juta.

“Ada rencana (buka cabang) sekarang lagi cari tempat. Stok barang di sini juga sudah penuh jadi harus dibagi dua. Harapannya ke depan semoga plafon dari Pinjam Modal bisa ditambah lagi dan bunganya lebih kompetitif,” tambah Linda.

Devina Mulya, Marketing Manager Pinjam Modal mengungkapkan, proses pengajuan di Pinjam Modal sendiri sangat mudah seperti KTP, bukti kepemilikan usaha, syarat usaha minimal 6 bulan berjalan, lalu dilakukan BI Checking dan survey ke pelaku usaha sebagai standar pasti. Pinjam Modal hingga kini telah menyalurkan pendanaan sebesar Rp6 triliun dengan persentase lebih dari 95% pendanaan kepada sektor produktif.

“Pinjam Modal fokus di 3 produk yaitu Pinjam Modal Toko, Pinjam Modal Usaha, dan Pinjam Modal Inventory yang menggambarkan mimpi kami untuk memajukan UMKM. Kami ingin ada seperti Ibu Linda yang lain, dari yang usahanya kecil dengan plafon hanya Rp 300 juta sekarang sudah Rp 750 juta. Bukan tidak mungkin jika sudah besar lagi dan sudah menjadi PT akan mendapatkan plafon sampai Rp 2 miliar. Pinjam Modal ingin membantu pelaku usaha dari yang skalanya kecil, ke menengah, sampai menjadi besar. Jadi kita tumbuh bersama-sama, baik dari sisi ekonomi pelaku usahanya hingga memberikan dampak secara nasional,” ungkap Devina.

Cerita lainnya juga disampaikan oleh Dori, Head Risk and Control PT Jaya Pratama Perkasa (JPP). Menurutnya, perusahaan tempat Ia bekerja sangat terbantu dengan adanya pendanaan dari platform KreditPro. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang transporter atau penyewaan trucking ke berbagai kota di Indonesia dengan jumlah armada mencapai 600 unit, JPP sangat membutuhkan pinjaman dengan kecepatan dan fleksibilitas yang tinggi. Baca Juga: Bulan Fintech Nasional Jadi Ajang Sinergi untuk Tingkatkan Literasi Teknologi Keuangan Digital

“Perusahaan kami memiliki cash flow yang sangat cepat, sehingga dengan adanya pendanaan dari fintech atau pinjaman online (pinjol) ini sangat membantu kami dalam mengelola biaya operasional yang sangat besar setiap harinya. Fintech ini merupakan pembiayaan yang fleksibel, bisa tanpa agunan, proses pengajuannya juga mudah. Bagi kami fintech itu menguntungkan karena bisa mengajukan pinjaman tanpa agunan. Kalau pinjam di bank itu kan secure loan ya, artinya ada kolateral, pakai jaminan. Enaknya disitu, mungkin fintech karena tidak ada jaminan dan segala macam, bunganya lebih tinggi, itu hal yang wajar dan normatif. Selama hitung-hitungan kami masih masuk, maka kami ambil,” ujar Dori.

Kemudian pelaku UMKM lain yang turut merasakan kemudahan dan kenyamanan dalam mendapatkan pendanaan dari Fintech P2P Lending adalah Furqon, Pemilik Bubur Ayam Kampung Nyemplung. Furqon menceritakan awal mulanya bisa terhubung dengan platform Findaya yaitu saat tergabung sebagai mitra di aplikasi GoBiz dari Gojek.

“Awal mulanya kita dapat plafon dengan nominal Rp 650 juta. Tapi saya tidak ambil semua jadi sesuai kebutuhannya saja. Saya tarik sekitar Rp 150 juta. Saya mengajukan pinjaman setelah pandemi, hingga sekarang sudah 3 kali pengajuan. Fintech mudah, tidak ada persyaratan yang memberatkan pelaku usaha, tanpa agunan, dan pencairannya cepat,” terang Furqon.

Furqon menjelaskan Bubur Ayam Kampung Nyemplung sebelumnya telah memiliki 12 outlet dengan omset per bulannya mencapai Rp 800 juta. Pendanaan yang didapat dari Findaya tersebut lantas digunakannya untuk ekspansi dengan dengan menambah 2 unit food truck sehingga omsetnya meningkat menjadi Rp 1 miliar per bulan. Menurutnya, untuk 1 unit food truck bisa mendatangkan omset harian di angka Rp 1,8-2,5 juta. Oleh karena itu rencana bisnis Furqon pada tahun ini akan berfokus untuk menambah jumlah food truck.
 
Gunawan Sutisna, Pemilik Toko Ikan Hias Holly Betta Central yang menggeluti bisnis ikan cupang aduan dari tahun 2006 turut bercerita. “Jadi saya memang mulainya dari hobi, suka ikut kompetisi. Setelah makin dikenal akhirnya saya putuskan untuk mulai bisnis ikan cupang yang awalnya di rumah, pindah ke pasar di pinggiran, sampai sekarang bisa sewa kios. Suka dukanya saya dulu pernah sampai bangkrut. Akhirnya coba mulai lagi, dan tahun 2018 mulai kenal dengan platform Fintag yang plafonnya awalnya Rp 3 juta dan sekarang sudah Rp 7,5 juta. Saya gunakan untuk membeli bibit ikan yang bagus, setelah saya rawat 2 minggu lalu dijual,” tutur Gunawan.

Gunawan yang kini aktif sebagai pengurus komunitas ikan cupang aduan di Jakarta dan sering ditunjuk sebagai juri pada kompetisi-kompetisi di tingkat Jabodetabek menyebut, meskipun tidak seramai ikan cupang hias, namun ikan cupang aduan memiliki peminat setianya sendiri. Baca Juga: Tren Fintech 2023: 1 dari 4 Orang Pakai Pay Later

Setelah mendapatkan pendanaan dari Fintag, kini Gunawan bisa menjual sebanyak 200-300 ekor ikan cupang aduan dengan rata-rata omset Rp 10 juta dalam sebulan. Harga yang ditawarkan pun beragam, untuk ikan lokal dengan kualitas standar biasanya dihargai Rp 100 ribu untuk tiga ekor, atau Rp 250 ribu per ekor untuk yang kualitasnya bagus. Sedangkan ikan cupang impor harganya bisa mencapai Rp 500-750 ribu.

"Fintag sangat membantu usaha saya dari 2018 yang awalnya pengajuan masih konvensional dan sekarang bisa lewat aplikasi. Jadi sangat mudah. Saya sudah lama ada rencana ingin tambah kios, semoga bisa terus dapat dukungan dari Fintag,” lanjut Gunawan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Fajar Sulaiman

Advertisement

Bagikan Artikel: