Skema Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jamsostek dinilai penting guna segera direalisasikan sebab berdampak luas dalam perlindungan sosial bagi pekerja informal di Indonesia.
PBI Jamsostek dianggap dapat memutus rantai kemiskinan serta memberikan rasa aman kepada pekerja informal. Oleh sebab itu tidak ada alasan lagi yang membuat implementasi PBI Jamsostek tertunda.
Demikian disampaikan anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Subiyanto, beberapa waktu lalu.
“Kajian dan skema penerapan PBI Jamsostek seharusnya sudah harus dituntaskan antara pemerintah dan DPR secepatnya agar bisa terlaksana. Data-data yang ada sudah divalidasi dan lengkap sebab bersumber dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial,” ujar Subiyanto.
Menurut Subiyanto, pola seperti PBI Jaminan Kesehatan Nasional dapat menjadi rujukan terhadap penerapan di bidang ketenagakerjaan. Dengan demikian hambatan yang masih muncul dapat diselesaikan berdasarkan acuan jaminan sosial yang telah berjalan.
Subiyanto menuturkan, ada beberapa opsi untuk mengimplementasikan PBI Jamsostek yang dapat dilakukan secara bertahap. Hal ini agar dapat menyiasati penentuan besaran fiskal jika memang belum dapat digelontorkan menyeluruh.
"Dapat saja misalnya berapa juta pekerja informal dulu tahun 2023. Kemudian 2024 ditambah berapa juta pekerja informal lagi dan seterusnya. Yang terpenting dapat dulu segera diterapkan agar jaminan sosial ke semua pekerja di Indonesia dapat diberikan,” ucap Subiyanto.
Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin pernah menyampaikan bahwa Undang-undang Dasar 1945 menegaskan setiap masyarakat Indonesia berhak memperoleh jaminan sosial sehingga mampu mengembangkan dirinya secara utuh sebagai manusia bermartabat.
Oleh sebab itu diperlukan penyelenggaraan sistem jaminan sosial, salah satunya bidang ketenagakerjaan, untuk mencegah dan mengatasi risiko sosial dan ekonomi terhadap pekerja di Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy juga mengemukakan, supaya PBI Jamsostek dapat secepatnya dilaksanakan maka dibutuhkan dukungan regulasi sebagai payung hukum yang disepakati antara pemerintah dan DPR.
"Nanti kalau memang disepakati, paling tidak harus berupa Peraturan Pemerintah (PP) dan itu berarti harus melibatkan DPR,” papar Muhadjir.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement