Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Turunnya Harga Nikel Buat Luhut dan Tom Lembong Memanas

Turunnya Harga Nikel Buat Luhut dan Tom Lembong Memanas Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tutupnya sejumlah tambang nikel di beberapa negara seperti Australia yang disinyalir dikarenakan anjloknya harga di pasar dunia menimbulkan silang pendapat antara pemerintah dan Tim Nasional pemenangan calon presiden dan wakil presiden Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar (Timnas Amin).

Silang pendapat tersebut terjadi setelah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, yang optimis tutupnya tambang nikel di sejumlah negara tidak akan terlalu berpengaruh terhadap tambang di Indonesia.

Ungkapan tersebut direspon oleh Co-Captain Timnas Amin, Thomas Trikasih Lembong dengan mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam menghadapi anjloknya harga nikel dunia.

"Hati-hati berbicara terlalu dini ya," ujar Tom Lembong dikutip Warta Ekonomi, Senin (12/2/2024).

Tom mengatakan, penurunan harga nikel akan terus berlanjut dan ada kemungkinan harga nikel terus melemah sampai dengan dua tahun kedepan.

"Jadi jangan kita merayakan terlalu cepat, terlalu dini," ujarnya.

Baca Juga: Persaingan Makin Ketat, Indonesia Perlu Tingkatkan Daya Saing Nikel

Maka dari itu, ia mengingatkan kepada pemerintah untuk berhati-hati dalam merespon anjloknya jarga nikel dunia.

Menurutnya, pemerintah harus sedari dini mengeluarkan kebijakan antisipasi, untuk melindungi bisnis smelter ataupun tambang nikel itu sendiri.

"Hati-hati berbicara terlalu dini karena ini kisahnya belum selesai, masih ada beberapa tahun lagi di mana harga nikel akan turun terus melemah dengan konsekuensi bagi industri smelter maupun tambang nikel di Indonesia," ucapnya.

Sebelumnya, Luhut dengan tegas menyebut bahwa perusahaan tambang nikel di Indonesia tidak akan tutup.

"Ya biar aja tambang dunia tutup asal kita gak ikut-ikutan," ujar Luhut kepada wartawan.

Luhut menilai, harga nikel yang saat ini terperosok tidak disebabkan oleh program hilirisasi nikel di Indonesia. 

Selain itu, ia juga menyebut bahwa bila ingin menilai harga nikel maka harus dilihat dalam jangka panjang, setidaknya 10 tahun terakhir.

"Enggak ada juga (Indonesia jadi alasan harga nikel anjlok). Saya berkali-kali bilang kalau mau lihat itu harus 10 tahun. Pas lagi sekarang naik, sama saja seperti batu bara," ujarnya.

Baca Juga: Meski Kaya akan Nikel, Indonesia Hanya akan Sumbang 0,4% Produksi Baterai Global

Menurutnya, harga sebuah komoditas, tidak hanya nikel, termasuk batu bara dan komoditas lainnya, harus dilihat secara kumulatif dan dihitung rata-ratanya.

"Itu kan at the end cari equilibrium-nya. Apa saja komoditi itu kamu lihatnya enggak boleh dari setahun dua tahun harus 5-10 tahun. Harus dilihat kumulatif harganya. Kemudian melihat harga rata-ratanya," ucapnya.

Sebagaimana diketahui, harga nikel LME (cash) telah merosot sebesar 45% sepanjang 2023 dan penurunan lebih lanjut diperkirakan kembali terjadi tahun ini dengan perkiraan median untuk harga rata-rata nikel LME akan turun 23%. 

Adapun prospek harga nikel didasari atas ekspektasi bahwa pasokan nikel akan melebihi permintaan sebesar 240.500 ton pada tahun ini dan sebanyak 204.000 ton pada 2025. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: