Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Meski Kaya akan Nikel, Indonesia Hanya akan Sumbang 0,4% Produksi Baterai Global

Meski Kaya akan Nikel, Indonesia Hanya akan Sumbang 0,4% Produksi Baterai Global Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Warta Ekonomi, Jakarta -

Energy Shift Institute (Energy Shift) memperkirakan tahun ini Indonesia hanya akan memiliki 10 gigawatt-hour (GWh) atau kurang dari 0,4% kapasitas produksi baterai global 2.800 GWh. 

Director of Energy Shift Institute, Putra Adhi guna mengungkapkan bila dengan kapasitas global diperkirakan meningkat dua kali lipat menuju 2030, sangat jelas Indonesia tertinggal jauh di belakang, meski produksi nikelnya meningkat lebih dari delapan kali lipat sejak 2015.

“Hilirisasi nikel Indonesia bersandar pada tujuan dan narasi yang dibangun pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah nikel dan menjadi pemain kunci dalam industri baterai dan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) dunia. Berbagai rentetan pemberitaan mengenai investasi ‘ekosistem baterai kendaraan listrik’ di Indonesia kerap mengaburkan skala investasi yang sebenarnya untuk produksi baterai, tersamarkan dalam angka investasi untuk produk setengah jadi,” ujar Putra, dalam keterangan resmi di Jakarta, Sabtu (10/2/2024). 

Baca Juga: Produsen EV Beralih ke LFP, Nikel Harus Diolah Dalam Bentuk Lain!

Menurut Putra, kemajuan memang mulai terjadi dari bahan mentah menuju produk setengah jadi untuk industri baterai, meski saat ini, sekitar tiga perempat ekspor nikel masih berkaitan dengan industri baja tahan

karat. Namun, ketika Indonesia perlahan merangkak naik dalam rantai pasok industri baterai dan KBLBB, perlombaan di antara negara-negara lain sudah berjalan kencang.

Penting untuk dicatat bahwa pertumbuhan kapasitas produksi baterai dunia berlangsung lebih cepat dibandingkan permintaan. Dalam semester pertama tahun lalu, pabrik baterai di China secara rata-rata beroperasi kurang dari 45% kapasitas produksinya. 

“Seiring dengan terus dibangunnya kapasitas di China, ditambah dengan dorongan agresif dari Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk mengembangkan industri mereka, persaingan untuk investasi akan semakin ketat—meski dalam pasar yang terus tumbuh,” jelasnya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: