Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Persaingan Makin Ketat, Indonesia Perlu Tingkatkan Daya Saing Nikel

Persaingan Makin Ketat, Indonesia Perlu Tingkatkan Daya Saing Nikel Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketatnya persaingan Indonesia dengan negara ASEAN lainnya untuk memberikan insentif guna mendapatkan investasi pabrikan kendaraan listrik dan baterai, menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas daya tawar hilirisasi nikel dalam mendorong industri baterai dan KBLBB Indonesia.

Director of Energy Shift Institute, Putra Adhi, menyebut pengawasan investor terhadap praktik lingkungan, sosial, dan tata kelola (LST) dalam rantai pasokan nikel dan baterai akan terus meningkat. Hal ini semakin penting dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa yang akan menjadi pusat pertumbuhan kendaraan listrik berikutnya dengan standar rantai pasok yang lebih tinggi.

“Selain nikel, yang kerap luput dari perhatian adalah bahwa Indonesia juga terus meningkatkan produksi kobaltnya sebagai produsen kobalt terbesar kedua di dunia. Hal ini semakin menekankan pentingnya pengelolaan sumber daya alam yang optimal,” ujar Putra, dalam keterangan resmi di Jakarta, Sabtu (10/2/2024). 

Ia mengutarakan bila, kompetisi untuk mendapatkan modal dan pasar guna mengembangkan mineral untuk baterai dan KBLBB juga akan semakin ketat untuk memenuhi tuntutan investasi jangka panjang menuju target net zero 2050.

“Indonesia perlu memberikan keyakinan mengenai daya saing jangka panjangnya untuk menarik pemodalan tersebut,” jelasnya. 

Baca Juga: Permintaan Bakal Melambung, Nilai Tambah Produk Nikel Indonesia Masih Rendah

Menurut Putra, berbagai situasi di atas perlu direspons dengan cepat oleh pemerintah karena konstruksi kebijakan yang digulirkan untuk meningkatkan ‘daya saing’ nikel Indonesia telah bersandar pada janji pengembangan industri baterai dan kendaraan listrik, terlebih lagi dengan penerapan standar lingkungan yang longgar.

“Dengan arah saat ini, kemungkinan Indonesia hanya akan bergeser dari eksportir produk nikel untuk baja tahan karat menjadi eksportir produk setengah jadi untuk industri baterai,” ucap Putra. 

Dengan pesatnya pertumbuhan permintaan nikel dunia, lanjut Putra, penting untuk berbagai pihak yang terlibat agar tidak memandang enteng skala pertumbuhan ke depan karena revolusi KBLBB dunia baru saja memasuki babak awal.

“Para pemangku kepentingan patut bertanya apakah Indonesia telah benar memperoleh hasil yang optimal untuk sumber daya mineralnya. Dengan kapasitas produksi baterai yang sangat kecil, Indonesia tampaknya telah mencapai batas daya tawar hilirisasi nikelnya. Ini adalah saat yang tepat untuk meninjau ulang dan menata kembali rencana ke depan,” tutupnya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: