Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Credit Scoring dengan Data Tambahan Diyakini Bakal Memperluas Akses Keuangan UMKM

Credit Scoring dengan Data Tambahan Diyakini Bakal Memperluas Akses Keuangan UMKM Kredit Foto: Antara/Arif Firmansyah
Warta Ekonomi, Jakarta -

Wacana memberlakukan credit scoring dengan data tambahan untuk penyaluran kredit harusnya dapat mencerminkan secara detil karakteristik dan profil usaha pelaku UMKM. Gambaran yang komprehensif terkait profil usaha, risiko, dan kemampuan bayar pelaku UMKM akan menumbuhkan kepercayaan perbankan dan institusi keuangan untuk menyalurkan kredit, di samping langkah mitigasi yang harus disiapkan untuk mencegah potensi gagal bayar.

Direktur Ekonomi Digital dan Ekonom CELIOS Nailul Huda mengatakan, credit scoring sebenarnya sudah dilakukan dalam proses pemberian pembiayaan. Prosesnya melihat kinerja dari pelaku usaha, di samping melihat SLIK. Namun, tetap saja membutuhkan jaminan ke lembaga pembiayaan, yang pada akhirnya membuat pelaku usaha, terutama yang mikro dan kecil, gagal mendapatkan pembiayaan.

Credit scoring yang diinginkan pemerintah saat ini adalah menambahkan data alternatif plus bisa menjadi jaminan bagi lembaga pembiayaan. Tentu tujuannya bagus untuk memperluas layanan keuangan bagi pelaku UMKM yang selama ini kesulitan mengakses perbankan karena alasan agunan. Baca Juga: Pertamina Salurkan Rp 141 Miliar Untuk Dukung UMKM Sepanjang 2023

“Namun, harus diperhatikan juga sistem credit scoring yang akan digunakan apakah sudah mencerminkan kemampuan bayar calon debitur,” ujar dia kepada Warta Ekonomi di Jakarta, baru-baru ini.

Nailul menambahkan, hingga saat ini sistem credit scoring yang dilakukan oleh masing-masing institusi berbeda-beda, termasuk untuk setiap bank dan fintech P2P lending. Karena itu, validasi credit scoring menjadi fondasi utama jika ingin menerapkan sistem tersebut. Sangat dimungkinkan adanya gagal bayar yang tinggi jika credit scoring ini menjadi “jaminan” bagi perbankan walaupun sudah menggunakan teknologi AI ataupun lainnya.

“Dengan risiko tersebut, credit scoring tetap harus disertai juga dengan langkah mitigasi, seperti asuransi kredit dan sebagainya,” kata dia.

Senada, Direktur Keuangan dan Perencanaan Bisnis Bank Sahabat Sampoerna Henky Suryaputra mengatakan, credit scoring dalam pengertian konvensional telah umum digunakan bank maupun lembaga pembiayaan lain dalam menilai kelayakan kredit dari pengajuan pinjaman yang diterima.

Harus diakui aspek yang dievaluasi dalam credit scoring konvensional seringkali tidak menguntungkan bagi UMKM karena tidak merefleksikan potensi usaha yang sesungguhnya. Telah banyak diusulkan untuk memasukkan berbagai aspek yang secara konvensional tidak termasuk dalam credit scoring, namun dinilai dapat juga menggambarkan potensi UMKM dalam menerima pendanaan. Pencatatan itu, antara lain catatan penjualan pada aplikasi perdaganan daring (e-commerce), status terverifikasi pada media sosial, lama penggunaan nomor telepon, jenis aplikasi yang terpasang di smartphone, dan lain sebagainya.

"Bank Sampoerna sendiri saat ini telah mengaplikasikan mekanisme evalusi pemberian kredit yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan UMKM. Meskipun UMKM memiliki berbagai kendala yang umum dihadapi ketika mengajukan pinjaman, pengajuan pinjaman UMKM ke Bank Sampoerna tetap dapat disetujui," tukasnya.

Berbagai kendala umum tersebut, lanjut Dia, di antaranya tidak adanya pencatatan keuangan yang baik, bergerak di industri atau sektor yang kurang disukai bank atau pemberi pinjaman konvensional, usaha yang dijalankan belum cukup matang untuk memperoleh pembiayaan bank, tidak memiliki catatan pinjaman formal historis (credit history) atau dalam kondisi kurang baik, dan tidak memiliki jaminan atas nama pemilik usaha.  

“Kami menyambut baik pemanfaatan aspek tambahan nonkonvensional dalam analisa kredit. Pemanfaatan credit scoring yang diperluas ini diharapkan lebih menggambarkan potensi dari UMKM sehingga UMKM dapat memudahkan UMKM memperoleh akses pendanaan. Kebijakan ini akan membantu UMKM memperoleh akses pendanaan demi pemberdayaan UMKM dan pertumbuhan ekonomi nasional,” tegas dia.

Seperti diketahui, credit scoring adalah sistem penilaian atas kemampuan calon debitur dalam membayar kewajiban pinjaman. Kriteria penilaian biasanya berupa informasi pekerjaan, status perkawinan, usia peminjam, masa kerja, jabatan, riwayat transaksi, jumlah kredit atau utang, status pembayaran, dan lainnya. Informasi itu akan dianalisis yang diberi skor tertentu untuk menunjukkan kemampuan bayar seseorang atau pelaku usaha tertentu. Baca Juga: Sambut Hari Ibu, Bank Sampoerna Luncurkan Program Khusus bagi Kaum Hawa

Deputi Bidang Usaha Mikro KemenkopUKM Yulius mengatakan, beberapa riset menunjukkan dengan credit scoring yang ditambahkan data alternatif dapat meningkatkan persetujuan sebesar 10 persen dan menurunkan probabilitas gagal bayar sebesar 4 persen dibandingkan dengan penilaian yang hanya menggunakan data konvensional.

Data konvensional yang dimaksud, seperti data identitas, data biro kredit, dan data perbankan. Karena itu, pemerintah menggodok skema kredit dengan menggunakan sumber data di luar data konvensional, seperti data jaminan sosial (BPJS), data penggunaan listrik, data transaksi e-commerce, data media sosial, data perpajakan, dan data lain yang tersedia di Sistem Satu Pintu (SSO).

“Melalui data-data tersebut, kebiasaan finansial UMKM dapat lebih tepat dianalisis dan mempermudah pelaku UMKM yang selama ini kesulitan mengakses pembiayaan karena tidak memiliki agunan sebagai jaminan,” ungkapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Advertisement

Bagikan Artikel: