Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rumuskan Rekomendasi bagi Pemerintahan Baru, Nagara Institute Dorong Kemajuan Industri Pupuk dan Ketahanan Pangan Nasional

Rumuskan Rekomendasi bagi Pemerintahan Baru, Nagara Institute Dorong Kemajuan Industri Pupuk dan Ketahanan Pangan Nasional Kredit Foto: Antara/Yusuf Nugroho
Warta Ekonomi, Jakarta -

Terbatasnya lahan pertanian, distribusi pupuk bersubsidi, hingga terbatasnya daya beli petani menjadi sumber masalah dari upaya pemerintah dalam menguatkan ketahanan pangan nasional.

Direktur Eksekutif Nagara Institute Akbar Faizal mengatakan kebijakan subsidi pupuk yang difokuskan dari sisi jenis pupuk maupun jenis tanaman hanya menyasar komoditas pokok membuat petani yang menanam komoditas lain di luar prioritas merasa dianaktirikan.

"Subsidi pupuk menjadi permasalahan, juga kemampuan masyarakat untuk membeli hasil pertanian, dalam artian lain ketersediaan dan keterjangkauan masyarakat untuk membeli hasil bumi juga harus diperhatikan," jelasnya dalam Seminar Nasional Hasil Riset Pupuk dan Pangan dengan tema “Penguatan Faktor Input Pertanian dan Reformasi Tata Niaga Pupuk untuk Ketahanan Pangan dan Keberlanjutan Usaha Pertanian” yang diadakan Nagara Institute, Selasa (20/2/2024).

Baca Juga: Program Pangan Berkelanjutan Harus Mandirikan Petani

Akbar menambahkan, berdasarkan Permentan 10/2022, jenis pupuk subsidi meliputi Urea dan NPK tersedia bagi sembilan jenis komoditas yaitu: padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu, kakao, dan kopi.

Selain itu, penerima subsidi adalah petani yang memiliki atau mengolah lahan tidak lebih dari 2 Ha untuk setiap masa tanam dan harus tergabung dalam kelompok tani (Poktan) dan terdaftar dalam Sistem Penyuluhan Pertanian (Simluhtan).

"Dalam kajian kami yang perlu dibenahi ketersedian dan keterjangkauan bahan baku pupuk, kecukupan alokasi subsidi, alternatif skema subsidi, perbaikan sistem distribusi, efisiensi penggunaan pupuk oleh petani, dan peta jalan produksi dan penggunaan pupuk organik," katanya.

Akbar berharap, kajian menjadi roadmap selama 5 tahun ke depan di bidang ketahanan pangan dan pupuk bagi pemerintah terpilih nantinya dalam rangka meningkatkan kedaulatan pangan dan kemandirian pangan.

Sementara itu, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan saat ini produktivitas pertanian di Indonesia tengah mengalami penurunan. Hal itu disebabkan oleh berkurangnya lahan pertanian, alokasi pupuk, hingga faktor perubahan iklim. 

Amran menargetkan dalam 3 tahun mendatang setidaknya volume produksi petani bisa kembali di tingkatkan lewat beberapa instrumen kebijakan, seperti pemanfaatan lahan rawa, hingga peningkatan anggaran pupuk bersubsidi. 

"Kalau ini bisa kita garap (lahan rawa) katakanlah 1 juta hektare perbulan, optimasi lahan rawa insyaallah kondisi pangan kita pulih 3 tahun kedepan, insyaallah kembali seperti semula," ujar Mentan Amran dalam acara Seminar Hasil Riset Ketahanan Pangan Nasional Nagara Institute.

Baca Juga: Distribusi dan Regulasi Subsidi Jadi Kunci Ketersediaan Pupuk Petani

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengungatakan saat ini harga beras di pasar memang tengah mengalami peningkatan bahkan tembus Rp16 ribu perkilo.

Arief menjelaskan kondisi itu disebabkan oleh beberapa faktor. Persoalan pertama ada pada penurunan produksi di tingkat petani. Hal itu membuat penggilingan menjadi kesulitan mendapat gabah dan harga gabah ikut terkerek. 

"Kenapa harga beras tinggi, karena produksi kurang, kenapa kurang, karwna tanam ya tertunda, kenapa tertunda karwna tidak ada air," ujar Arief dalam acara Seminar Hasil Riset Ketahanan Pangan Nasional Nagara Institute, Selasa (20/2/2024).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: