Pengamat Sebut Kubu 01 dan 03 Harus Bersikap Lebih dari Biasanya Jika Ingin Buktikan Adanya Kecurangan TSM di Pemilu 2024
Pengamat politik dan pendiri PolMark Indonesia Eep Saefulloh Fatah menilai kubu 01 (Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar) dan 03 (Ganjar Pranowo-Mahfud MD) perlu menyiapkan bukti kuat jika ingin membawa dan membuktikan terjadi kecurangan Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) di Pemilu 2024.
Ia pun mewanti-wanti apa yang ia sebut dengan “Prabowo Subianto Syndrome” yang merujuk pada pemilu sebelumnya di mana tidak terima hasil pemilu, lakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) namun tak memiliki bukti cukup sehingga mudah dikalahkan.
“Menurut hemat saya selayaknya tim pemenangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud bersiap dan bersikap lebih dari biasanya, mereka harus menggalang bukti-bukti berbasis saksi-saksi mereka di TPS,” jelas Eep di kanal Youtube Keep Talking, dilihat Minggu (25/2/24).
“Harus disiapkan barang bukti cukup oleh semua pihak kemudian gugatan itu bukan saja penting dari sisi substansi tapi juga punya kemungkinan diproses secara layak sehingga hak warga negara dan pemilih bisa kita jaga,” tambahnya.
Baca Juga: PKS Desak Pemerintah Segera Atasi Masalah Mahalnya Harga Beras
Eep juga menilai pemilu 2024 tak bisa disamakan dengan pemilu edisi sebelum-sebelumnya.
Eep menyinggung soal dugaan penyelewengan kekuasaan terhadap proses pilpres 2024 berupa nepotisme dan pelanggaran perundang-undangan.
“Kita tidakbisa menyamakan pemilu 2024 dengan pemilu sebelumnya, sekali lagi dikarenakan adanya konteks penyelewengan kekuasaan yang digunakan berbasis nepotisme serta sejumlah pelanggaran perundang-undangan,” jelasnya
Dengan kondisi demikian, Eep menilai masyarakat perlu memiliki sikap berbeda dibandingkan pemilu sebelumnya. Dugaan penyelewengan kekuasaan di pemilu 2024 menurutnya harus dipersoalkan.
“Karena itu sikap kita terhadap pemilu 2024 harus sangat berbeda, kalau ada yang mengatakan sama saja setiap pemilu yang kalah tidak terima lalu menggugat. Menurut hemat saya kali ini berbeda, kali ini yang dipersoalkan bukan lagi kecurangan untuk digugat ke MK, tetapi yang juga harus dipersoalkan adalah penyelewengan kekuasaan yang melibatkan presiden RI,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja saat ini pelanggaran yang ditemukan di Pemilu 2024 tidak memenuhi unsur Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM) sehingga tak bisa memengaruhi hasil pemilu.
“Pada titik ini tidak ada temuan Bawaslu yang bisa menyatakan bisa mengambil kesimpulan demikian (batalkan hasil pemilu),” ujar Bagja, Jumat (23/2/2024) dikutip dari laman rm.id.
Baca Juga: Kebijakan Bansos Ugal-ugalan Dinilai Jadi Penyebab Beras Mahal
Sementara itu, Mengutip laman polpum.kemendagri.go.id, Menteri Dalam Negeri yang saat itu juga menjabat Plt Menko Polhukam Tito Karnavian mengklaim tak ada desain kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM) dalam gelaran Pemilu 2024.
“Kalau ada kekurangan sana sini ya mungkin terjadi. Yang penting tak ada desain terstruktur sistematis dan masif,” kata Tito usai menghadiri acara BNPT di Menara Bidakara, Jakarta, Selasa (20/2).
Tito menyarankan kandidat menggunakan mekanisme resmi jika tak puas atau keberatan terhadap hasil pemilu.
“Saya sarankan gunakan mekanisme yang ada. Ada bukti, laporkan Bawaslu. Enggak puas Bawaslu ada DKPP, nanti ada proses lain MK. Jadi jalur-jalur resmi disampaikan. Gunakan jalur itu,” katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Bayu Muhardianto
Tag Terkait:
Advertisement