Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyelenggarakan webinar mengenai penguatan keterampilan digital masyarakat Indonesia bernama #MakinCakapDigital 2024 untuk segmen komunitas di wilayah Jawa Tengah dengan tema "Pelestarian Budaya Lokal di Era Digital Melalui Media Sosial" pada Jumat (15/3/2024).
Kali ini hadir pembicara-pembicara program kegiatan Literasi Digital #MakinCakapDigital di tahun 2024 yang ahli di bidangnya untuk berbagai bidang antara lain Trainer Makin Cakap Digital Kominfo 2023 sekaligus Sekretaris OPSDM Mafindo Pusat Funun Nisha, Manager Program Kegiatan Pondok Pesantren Budaya Kaliopak Yogyakarta Misbachul Munir, dan Praktisi pendidikan, Trainer Adopsi Digital Imam Wicaksono.
Survei terbaru dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2023 menyebutkan, pengguna internet di Indonesia terus bertambah setiap tahunnya, kini bahkan mencapai 215 juta.
Adapun menurut data BPS pada 2018 dari tiga sub indeks, Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) Indonesia, sub indeks keahlian yang memiliki skor paling rendah menurut data yang dirilis 2019.
Menjaga budaya lokal di era digital tanpa batas geografis menjadi hal penting bagi masyarakat Indonesia.
"Budaya digital adalah budaya Pancasila, menjadikan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan kecakapan digital. Mewujudkan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai panduan karakter dalam beraktivitas di ruang digital," kata Funun.
Selain individu pengguna media sosial, melestarikan budaya di era digital menjadi peran bersama bagi komunitas lokal, komunitas budaya, seniman atau konten kreator, influencer, pemerintah, dan pelaku usaha.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 114 Tahun 2022, ada 10 objek pemajuan kebudayaan yang terdiri dari tradisi lisan, manuskrip, ritus, adat istiadat, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan tradisional, dan olahraga tradisional.
Peran warganet penting untuk melestarikan objek pemajuan kebudayaan tersebut, salah satunya untuk mencegah plagiarisme budaya dari pihak luar atau justru dari pihak internal ke luar.
"Penjiplakan tidak hanya terjadi pada karya ilmiah saja. Namun, penjiplakan juga terjadi pada kebudayaan. Budaya merupakan identitas bangsa maka harus dijaga," jelas Imam.
Bentuk-bentuk plagiarisme dapat terjadi secara langsung, misalnya ada yang mengutip karya orang lain tanpa menyebutkan sumber tulisan, parafrase atau membuat perubahan pada karya orang lain dan mengakui karya pribadi.
Baca Juga: Pahami Keamanan Digital, Karakter Pengguna Internet Bisa Dilihat dari Jejak Digital
Selanjutnya, plagiarisme mosaik, mengubah beberapa kata, frasa, atau kalimat kemudian menyatukan dalam tulisan pribadi. Ada juga plagiarisme yang tidak disengaja karena kesalahan mengutip, salah sumber, atau tidak menyadari bahwa itu adalah karya bukan milik penulis.
Dampak plagiarisme ini dapat membuat reputasi buruk dan pembuat karya kehilangan kepercayaan diri, memupuk rasa malas dalam belajar dan berkarya. Hingga menghambat kreativitas, dicabut gelar akademik dan bisa tersandung kasus hukum.
Plagiasi dapat dihindari, Imam menyebutkan, seseorang dapat banyak belajar, banyak membaca, dan bergaul agar mampu memahami makna budaya lokal dan budaya bangsa.
Selanjutnya, rajin mempopulerkan budaya di ruang digital komplit dengan identitas dan penjelasannya. Baik dalam bentuk tulisan, foto, maupun video.
Terakhir, melindungi karya dengan hak cipta, watermark, jejak digital positif di dunia digital, serta memperkuat fanbase dan follower aktif.
Apabila plagiarisme terjadi pada bangsa atau diri sendiri, maka Imam menyarankan untuk tenang dan jangan terbawa perasaan.
"Ketenangan dalam menghadapi masalah membuat obyektif dalam bersikap. Ingat kita memiliki jejak digital," jelasnya.
Pastikan untuk menceritakan dan berdiskusi apda orang terdekat atau ahli agar dapat diberi saran dan usulan solusi. Langkah lain yang bisa dilakukan adalah mengabaikan atau melaporkan tidak plagiasi dengan mengumpulkan bukti dan membuat laporan tertulis, apalagi jika sudah dianggap menggangu aktivitas.
"Plagiarisme perlu serius diperhatikan. Maka perlu belajar terus-menerus agar mendapatkan pemahaman yang baik. Agar selalu berkarya dengan jujur, otentik, aman, dan dapat memberikan manfaat baik yang luas," jelas Imam.
Baca Juga: Sadari Dampak Negatif Internet, Jadilah Anak Muda Bertanggung Jawab
Berbudaya dan Beretika Menjadi Warganet Global
Pelestarian budaya lokal Indonesia juga menjadi cerminan sikap berbudaya dan beretika sebagai warganet di dunia digital.
"Dengan media digital setiap warganet berpartisipasi dalam berbagai hubungan dengan banyak orang melintasi geografis dan budaya," kata Misbachul.
Ia menyebutkan, interaksi dan komunikasi lintas geografis ini menghasilkan perbedaan kultural sehingga dibutuhkan etika digital.
Menurut Misbachul, ada enam cara menjadi warganet yang beretika dan berbudaya, seperti berikut:
- Menjunjung sikap terbuka dan positif, toleran, inklusif, dan humanis terhadap orang lain.
- Perteguh integritas dan keselarasan diri.
- Perteguh komitmen kedaulatan bangsa dan negara.
- Kendalikan ruang digital untuk hal-hal positif, edukatif, dan produktif.
- Bersikap moderat, luwes, adaptif, dan akomodatif atas nilai-nilai baru
- Menjadi pelopor berinternet nyaman dan aman.
"Dunia digital adalah dunia kita sekarang ini. Mari mengisinya dan menjadikannya sebagai ruang yang berbudaya, tempat kita belajar dan berinteraksi, tempat anak-anak kita bertumbuhkembang, sekaligus tempat di mana kita sebagai bangsa, hadir dengan bermartabat," kata Funun.
Sebagai informasi, Webinar Makin Cakap Digital merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam program Indonesia Makin Cakap Digital yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemenkominfo).
Adapun informasi lebih lanjut mengenai literasi digital dapat diakses melalui Website literasidigital.id atau akun Instagram @literasidigitalkominfo, Facebook Literasi Digital Kominfo dan Youtube Literasi Digital Kominfo.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Advertisement