Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pendapatan Merek Global Makin Tergerus Akibat Aksi Boikot Israel

Pendapatan Merek Global Makin Tergerus Akibat Aksi Boikot Israel Kredit Foto: Instagram/Israel
Warta Ekonomi, Jakarta -

Laju gerakan boikot konsumen Muslim sebagai protes atas pembersihan etnis yang dilakukan militer Israel di Gaza, Palestina, bukannya surut, malah makin gencar menghantam merek-merek global tersebut, khususnya tiga merek besar: McDonald’s, Starbucks dan Danone.

Belakangan, aksi boikot massal ini juga digelorakan via aplikasi pesan instan (chatting) paling popular WhatsApp.

"Ini bukanlah boikot langsung, melainkan perasaan tidak senang yang mendalam terhadap Israel,” kata Putra Kelana di Medan, Sumatera Utara, kepada Al Jazeera, tentang alasannya memboikot produk makanan siap saji global, McDonald’s (20/3). 

Kelana  bersama keluarga dan teman-temannya telah melakukan boikot terhadap McDonald’s sejak Oktober 2023, ketika McDonald’s Israel menyumbangkan ribuan makanan gratis kepada militer Israel di tengah pengeboman masif di Gaza.

“Jika saya bisa pergi ke Gaza untuk membantu melawan pasukan Israel, saya akan melakukannya. Muslim dibunuh oleh Israel setiap hari. Karena saya tidak bisa pergi ke sana secara langsung, yang terbaik adalah menunjukkan dukungan saya dengan tidak menggunakan produk-produk yang berafiliasi dengan Israel.”

Kelana, yang bergabung dalam grup WhatsApp di mana anggotanya secara berkala memposting daftar produk yang harus dihindari, juga telah berhenti minum air minum Danone Aqua, terutama  setelah  maraknya pemberitaan bahwa produsen Prancis, Danone, berinvestasi di beberapa perusahaan dan startup Israel.

Di seluruh Asia Tenggara, seruan untuk memboikot produk yang dianggap memiliki hubungan dengan Israel telah berdampak pada tergerusnya keuntungan merek-merek besar global.

Pada Februari lalu, McDonald’s mengatakan bahwa perang Gaza adalah salah satu alasan kenapa penjualan internasional hanya naik 0,7 persen selama kuartal keempat tahun 2023, turun tajam dari ekspansi 16,5 persen selama periode yang sama tahun sebelumnya.

“Dampak yang paling terasa adalah di Timur Tengah dan di negara-negara Muslim seperti Indonesia dan Malaysia,” kata CEO McDonald’s Chris Kempczinski.  

Merek-merek lain yang terkena dampak boikot termasuk Unilever dan waralaba kopi Starbucks.

Isna Sari, seorang ibu rumah tangga di Medan, mengatakan bahwa dia telah mengubah daftar belanja mingguannya sejak awal penghancuran Gaza oleh Israel, termasuk meninggalkan cairan pencuci piring Sunlight, yang dimiliki oleh Unilever, dan berpindah ke  merek lokal Mama Lemon.

“Saya juga mulai membeli pasta gigi Ciptadent daripada Pepsodent, yang juga dimiliki oleh Unilever,” kata dia kepada Al Jazeera. “Selain produk-produk tersebut bukan pendukung Israel, harganya juga lebih murah.”

Starbucks Indonesia, seperti cabang internasional lainnya dari merek tersebut, juga dimiliki oleh perusahaan lokal, PT Sari Coffee Indonesia.

Namun, upaya mereka untuk menghapus citra terafiliasi dengan Israel, sedikitpun tak digubris konsumen.

Boikot juga membuat bisnis Starbucks di Malaysia terpuruk, di mana Starbucks Berjaya Food melaporkan penurunan pendapatan sebesar 38,2 persen pada kuartal keempat tahun lalu.

Takut bisnisnya makin anjlok, McDonald’s Malaysia yang dimiliki oleh Gerbang Alaf Restaurants, tahun lalu bahkan sampai mengajukan gugatan terhadap Boycott, Divestment and Sanctions (BDS) Malaysia, dengan tuduhan bahwa BDS merusak bisnis mereka karena mengaitkan McDonald’s dengan genosida Israel di Gaza.

Merek-merek global tampaknya akan terus diboikot, selama  perusahaan induk mereka belum menyatakan menarik diri dari Israel. 

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI), Ahmad Himawan, dalam diskusi publik bertema "Ramadhan Tanpa Produk Genosida" di Jakarta mengumumkan 10 produk pro-genosida dengan menggunakan data  acuan dari situs Boycott.Thewitness dan Bdnaash (15/3). 

YKMI merekomendasikan boikot massal atas 10 merek perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia, yakni: Starbucks, Danone, Nestle, Zara, Kraft Heinz, Unilever, Coca Cola Group, McDonald’s, Mondelez, Burger King, dan juga kurma  produksi Israel.

Bahkan jelang bulan Ramadhan, pasca keluarnya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No 83/2023,  gerakan boikot konsumen Muslim juga makin diperkuat dengan dukungan MUI  melalui deklarasi berupa  instruksi atau “Irsyadat Majelis Ulama Indonesia”, di Gedung MUI, Jakarta (10/03).

Salah satu dari lima poin instruksi MUI itu secara tegas, “Menyeru umat Islam agar mulai bulan Ramadhan ini untuk tidak menggunakan lagi produk yang diproduksi oleh perusahaan yang terafiliasi dengan penjajah Israel dan pendukungnya, seperti produk kebutuhan konsumsi sahur, berbuka puasa, dan barang hantaran Lebaran (hampers) maupun produk-produk lainnya.”

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: