Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengabaian Etika Akan Membuat Politik Cenderung Menghalalkan Segala Cara

Pengabaian Etika Akan Membuat Politik Cenderung Menghalalkan Segala Cara Kredit Foto: Antara/Antara/Rafiuddin Abdul Rahman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Peneliti Utama Politik pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Profesor Siti Zuhro mengungkapkan pengabaian etika akan membuat politik cenderung menghalalkan segala cara.

Hal ini ia sampaikan di diskusi daring “Pilpres 2024 dan Pertaruhan Mahkamah Konstitusi” yang disiarkan di kanal Youtube Forum Insan Cita Senin (25/3/24).

Prinsip “pokoknya menang” tanpa memedulikan aturan yang ada dengan mengubah semaunya sesuai kepentingan pribadi atau kelompok dikhawatirkan akan terus berlangsung apabila etika politik tak ditegakkan.

“Pengabaian atas etika politik membuat politik ke depan akan makin cenderung menghalalkan semua cara dan itu terbukti, pokoknya menang,” jelasnya.

Siti menyinggung soal proses pencalonan presiden-wakil presiden diwarnai kontroversi publik di Mahkamah Konstitusi (MK) khususnya terkait batas umur Calon. Hal ini menurutnya makin dikuatkan dengan putusan Majelis kehormatan MK yang menyebut adanya pelanggaran etik hakim konstitusi.

Majunya anak Presiden aktif dalam kontestasi Pilpres menurut siti juga memunculkan persoalan dinasti politik yang pada akhirnya direspons oleh Guru Besar, akademisi dan kampus-kampus di Indonesia.

“Pemilu 2024 memunculkan persoalan dinasti politik dan etika politik yang sangat serius. Kalau tidak serius tidak mungkin ada respons luar biasa dari guru besar, intelektual, akademisi kampus, tidak hanya 1 2 kampus tapi puluhan dan itu ternyata tidak berhenti hanya menyongsong pemilu tapi pasca Pilpres masih dilanjutkan,” jelasnya.

Berbagai argumen pembenaran pencalonan salah satu calon yakni Gibran Rakabuming Raka yang merupakan anak Presiden Jokowi pada akhirnya menurut Siti kontra dengan hal-hal yang terjadi setelahnya.

Hal tersebut adalah temuan pelanggaran etik baik di MK maupun KPU sebagai penyelenggara.

Baca Juga: Guru Besar Sampai Turun Gunung, Persoalan Etika dan Dinasti Politik di Pemilu 2024 Dinilai Sangat Serius

“Netralitas presiden disuarakan berbagai kalangan, artinya direspons karena dalam pilpres anak Jokowi jadi salah satu calon, bagaimana rumusnya ujug-ujugnya jadi cawapres, ‘oh ada rumusannya katanya melalui MK’, ketahuan MK pamannya dsb, ketahuan juga ada pernyataan keras DKPP ke ketua KPU karena dianggap memberi pengabsahan terhadap pencalonan itu sendiri,” tambahnya.

Berikutnya menurut Siti, distorsi di Pemilu 2024 bisa dilihat dari munculnya berbagai dugaan pelanggaran pemilu, ketidaknetralan aparat negara, yang menimbulkan ketidakapercayaan publik semakin tinggi terhadap penyelenggara, dan mempertanyakan legitimasi hasil pemilu dan sistem demokrasi Indonesia.

Menurut Siti, apabila dugaan pelanggaran pemilu diabaikan akan jadi preseden buruk dan bisa jadi terulang dalam pilkada nanti,

“Jadi kita memang memiliki satu pekerjaan rumah agar pemilu kita ini proses hingga hasilnya bisa dipertanggungjawabkan dan nanti akan ditulis sejarah, supaya tidak ada pengulangan yang sama katakan pada hal distortif tadi maka ini perlu diselesaikan dan dituntaskan supaya tidak diulang-ulang, karena bagaimanapun juga kesalahan yang terulang terus dan menjadi permanen pastinya bisa didefinisikan by design,” jelasnya.

Untuk diketahui, pada Rabu (21/3/24), Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi telah menetapkan paslon 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka bin Jokowi sebagai pemenang Pilpres 2024 dalam satu putaran.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Bayu Muhardianto

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: