Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Meski Prabowo-Gibran Menang Satu Putaran, Reaksi Masyarakat Biasa-Biasa Saja

Meski Prabowo-Gibran Menang Satu Putaran, Reaksi Masyarakat Biasa-Biasa Saja Kredit Foto: Ist
Warta Ekonomi, Yogyakarta -

Perkumpulan Analis Resiko dan Penyelesaian Konflik (PARES) mengumumkan hasil riset bertajuk “Kemenangan Semu Prabowo-Gibran dalam Cuitan”.

Riset ini bertujuan untuk melihat potensi risiko yang muncul pasca-Pemilu 2024. Hasil kajian analisis Big Data berfokus kepada opini masyarakat terhadap Pemilu 2024, baik terhadap institusi KPU dan proses penyelenggaraan Pemilu serta pandangan masyarakat mengenai kemenangan Prabowo-Gibran di Pemilu 2024.

Metode yang digunakan dalam riset ini adalah metode analisis big data dengan sumber data dari media sosial X. Cuitan yang dikumpulkan merupakan cuitan yang diunggah pada tanggal 14 Februari 2024 sampai 20 Maret 2024.

Cuitan dengan kata kunci “prabowo” dan “gibran” serta beberapa filter terhadap “kecurangan pemilu”, “program makan gratis” dan “KPU” dikumpulkan kemudian dianalisis untuk melihat sentimen, wacana, dan pola percakapan yang muncul di masyarakat.

Dari hasil analisis tersebut, terdapat beberapa temuan menarik. Jika melihat sentimen masyarakat di X, sentimen negatif sangat mendominasi, yakni mencapai 43,2%. Hal ini berbanding terbalik dengan sentimen positif yang hanya 13,5%.

Timpangnya persentase sentimen negatif dan positif menunjukkan bahwa tidak adanya polarisasi. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Mada Sukmajati, ahli tata kelola pemilu yang menyatakan bahwa di Pemilu 2024 tidak terjadi polarisasi yang signifikan seperti di Pemilu 2019 maupun Pemilu 2014. “Kecilnya persentase sentimen positif menunjukkan tidak adanya euforia kemenangan Prabowo-Gibran di masyarakat”, imbuhnya.

Selain itu, temuan dari analisis wacana menunjukkan bahwa Prabowo lebih banyak menerima spotlight dari masyarakat ketimbang Gibran.

Hal ini bisa dilihat dari lebih banyaknya cuitan yang mengutip kata “Prabowo” ketimbang cuitan yang mengutip kata “Gibran”. Selain Prabowo dan Gibran, tokoh yang paling banyak dibahas oleh masyarakat lainnya adalah Jokowi.

Banyaknya spotlight yang diterima oleh Prabowo merupakan implikasi dari sistem presidensialisme yang diterapkan di Indonesia.

Mada Sukmajati menyatakan bahwa dengan sistem presidensialisme, presiden menjadi pimpinan eksekutif tertinggi sehingga masyarakat lebih banyak menaruh perhatian kepada presiden ketimbang wakil presiden.

Namun, menurutnya, patut diperhatikan pula bagaimana power sharing yang akan dilakukan oleh pemerintahan Prabowo-Gibran.

Selain itu, tingginya spotlight yang diterima Prabowo juga tidak terlepas dari keaktifan masyarakat dalam menyuarakan opininya.

Hal ini diperkuat oleh pernyataan Arga Pribadi Imawan yang menyatakan bahwa terdapat tiga tipe akun media sosial, yakni spectator, transitional, dan gladiator.

Menurutnya, akun yang banyak menyuarakan opini terhadap Prabowo adalah tipe akun gladiator, yakni akun yang aktif menyuarakan opini dan meng-influence orang lain. Hal ini berbanding terbalik dengan tipe akun spectator yang hanya mengikuti perkembangan isu tanpa memberikan opini apapun.

“Selain itu, pengaruh sosial media berimplikasi terhadap lahirnya Political Drama. Jadi, kontestasi politik di ruang layaknya sebuah panggung sandiwara. Semakin peserta pemilu terpojokan oleh netizen, maka semakin tinggi engagement nya dengan publik” lanjut Arga Pribadi Imawan.

Arga pun menutup dengan mengatakan “Sekalipun narasi yang mucul dalam tweet netizen bernuansa negatif terhadap Prabowo dan Gibran, akan tetapi engagement nya kepada Prabowo-Gibran justru tinggi dengan jumlah likes nya banyak. Artinya, pemilih cenderung melihat kepada dimensi psikologis (sosok tokoh) bukan kepada narasi yang dibangun netizen," jelasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: